Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani Sebut Resesi dan Perang Pengaruhi Harga Minyak di 2023

Setidaknya terdapat dua faktor yang akan sangat mendominasi harga minyak, termasuk komoditas di 2023.
Tankapan layar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers Tindak Lanjut Hasil Rakor Kemenko Perekonomian terkait Kebijakan Subsidi BBM, di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat pada Jumat (26/8/2022). /Bisnis-Feni Freycinetia Fitrianirn
Tankapan layar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers Tindak Lanjut Hasil Rakor Kemenko Perekonomian terkait Kebijakan Subsidi BBM, di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat pada Jumat (26/8/2022). /Bisnis-Feni Freycinetia Fitrianirn

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan masih terus mewaspadai pergerakan harga minyak mentah dunia.

Pasalnya, tingginya harga minyak yang mencapai US$100 per barel pada beberapa waktu lalu, tingginya volume konsumsi bahan bakar seiring dengan pulihnya aktivitas masyarakat, serta kurs yang berubah dari Rp14.450 per dolar AS menjadi Rp14.800 per dolar AS telah memicu naiknya subsidi energi yakni dari Rp152 triliun menjadi Rp502,4 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, setidaknya terdapat dua faktor yang akan sangat mendominasi harga minyak, termasuk komoditas di 2023.

“Paling tidak kita mengidentifikasi dua faktor yang akan sangat dominan memengaruhi harga minyak termasuk komoditas tahun depan,” kata Sri Mulyani dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, Rabu (7/9/2022).

Pertama adalah resesi. Dia mengatakan, potensi Amerika dan Eropa untuk mengalami resesi sangat tinggi lantaran tingkat inflasi yang melonjak tinggi, serta diikuti dengan pengetatan kebijakan moneter. 

“Tadinya kita lihat bank sentral-bank sentral di Amerika dan Eropa masih menunggu. Mereka menganggap inflasi ini temporer karena ada disrupsi karena pandemi,” ujarnya.

Kemudian, muncul gejolak geopolitik yang kini menjadikan minyak sebagai instrumen perang, menyebabkan harga minyak melonjak naik dan sejumlah negara mengalami keterbatasan bahan bakar minyak. 

Melihat faktor tersebut, Kemenkeu akan terus melihat outlook negara-negara maju. Sebab, jika negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa jatuh ke dalam resesi, dapat dipastikan permintaan terhadap minyak menjadi turun sehingga tekanan terhadap harga minyak diharapkan turun atau tidak lagi mencapai di atas US$100 per barel.

Selain itu, lanjut Sri Mulyani, berdasarkan pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan pihak-pihak yang melakukan perang, tak ada satu pun dari mereka yang mengatakan kapan perang akan berakhir. Bahkan selama perang berlangsung, terjadi disrupsi suplai lantaran Rusia di embargo oleh kelompok Barat. Demikian halnya dengan Rusia yang menghentikan suplai gasnya ke Eropa.

“Kita melihat bahwa oil becoming an instrument of war. Masing-masing menggunakan itu,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper