Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah China menentang langkah Amerika Serikat yang meminta Nvidia Corp membatasi penjualan chip kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) ke Negeri Panda tersebut.
Dilansir Bloomberg pada Jumat (2/9/2022), Nvidia yang berbasis di Santa Clara, California, mengungkapkan bahwa mereka tidak dapat lagi menjual chipset kelas atas tertentu di China tanpa izin pemerintah AS.
Juru bicara kementerian perdagangan China Shu Jueting mengatakan Pemerintah China menentang pembatasan AS pada ekspor chipset ke negara itu karena langkah tersebut merugikan hak dan kepentingan perusahaan China dan AS.
“China mendesak AS untuk segera menghentikan praktik tersebut dan memperlakukan perusahaan dari semua negara secara adil,” ungkapnya seperti dikutip Bloomberg, Jumat (2/9/2022).
Adapun chip produksi Nvidia yang dibatasi adalah chip server H100 yang dibangun dengan fabrikasi TSMC 4nm dan memiliki 80 miliar transistor di dalamnya. Selain itu, penjualan chip A100 generasi terbaru, salah satu yang paling canggih di dunia dengan 54 miliar transistor, juga dibatasi.
Chipset akselerator AI ini masuk ke pusat data besar untuk melatih model AI untuk tugas-tugas seperti mengemudi otonom, pengenalan gambar, dan bantuan suara.
Baca Juga
Fubon Securities Investment Services mencatat Nvidia menguasai nyaris 95 persen pangsa pasar di China sedangkan sisanya dikuasai Advanced Micro Devices Inc., sesama perusahaan AS yang terikat oleh pembatasan ekspor yang sama.
Tanpa pasokan chipset dari AS, raksasa teknologi yang mengandalkan server farm besar untuk mengembangkan segala sesuatu mulai dari mobil listrik dan self-driving hingga layanan sosial dan layanan cloud akan dirugikan dalam persaingan internasional.
Amir Anvarzadeh dari Asymmetric Advisors mengatakan mengatakan pembatasan ini seperti realitas perang dingin yang baru. Pembatasan ekspor yang lebih luas adalah bagian tak terpisahkan dari hal ini.
“Pembatasan ekspor akan meluas dan itu akan berdampak pada industri semikonduktor, AI, sistem otonom, dan bioteknologi,” kata Anvarzadeh seperti dikutip Bloomberg.
Meningkatnya pembatasan perdagangan menambah sanksi dan batasan yang ada pada ekspor peralatan produsen chip ke China. Perusahaan semikonduktor China telah ditolak aksesnya ke peralatan litografi paling canggih dari ASML Holding NV Belanda dan peralatan mutakhir dari pemasok asal AS termasuk Lam Research Corp.
Undang-undang CHIPS baru-baru ini di AS memaksa pembuat chip global untuk secara efektif memilih antara berinvestasi di AS dan China. Pembatasan AS atas akses China ke produk kecerdasan buatan menciptakan tekanan terhadap ekspansi teknologi Beijing yang tengah berupaya menumbuhkan kemampuan semikonduktor domestiknya sendiri.
Kepala salah satu produsen mobil listrik terkemuka China dengan cepat mengecam pembatasan tersebut.
Chairman dan CEO XPeng Inc. He Xiaopeng mengatakan langkah pembatasan tersebut membawa tantangan bagi pelatihan cloud untuk semua pengemudian otonom. Nvidia adalah pemimpin dalam perangkat keras untuk kendaraan otomatis, baik dalam pengembangan algoritma di kumpulan server besar-besaran atau memasok prosesor onboard untuk mobil agar peka terhadap lingkungan sekitar mereka.
Pemerintah AS mengatakan kepada Nvidia bahwa pembatasan ini dirancang untuk mencegah peralatan AI digunakan atau dialihkan untuk tujuan militer oleh China atau Rusia.
Pada bulan Juni tahun ini, lembaga think tank yang berbasis di Washington, DC The Center for Security and Emerging Technology mengatakan hampir semua dari 97 chip AI dalam catatan pembelian publik militer China antara April dan November 2020 dirancang oleh perusahaan AS seperti Nvidia, Intel Corp., Microsemi Corp. atau Xilinx, yang sekarang menjadi bagian dari AMD.
Namun, dampak terberat akan dirasakan oleh Nvidia sendiri dan perusahaan teknologi terbesar China seperti Alibaba Group Holding Ltd. dan Tencent Holdings Ltd., yang merupakan saingan terdekat layanan cloud AS dari AWS Amazon.com Inc., Alphabet. Google Cloud Inc. dan Azure Microsoft Corp.