Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bertemu Menteri ATR, Apersi Keluhkan Aturan LSD Hambat Rumah Subsidi

Aturan LSD dinilai sangat mengganggu industri properti khususnya untuk rumah subsidi.
Petani beraktivitas di lahan persawahan di kawasan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (17/1/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Petani beraktivitas di lahan persawahan di kawasan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (17/1/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Regulasi tentang penetapan lahan sawah yang dilindungi (LSD) ini dinilai sangat menyulitkan developer.   

Seperti diketahui, pada 16 Desember 2021 silam telah ditetapkan Keputusan Menteri (Kepmen) ATR/Kepala BPN No. 1.589/SK-HK.02.01/XII/2021 tentang Penetapan Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) pada 8 provinsi, yaitu Sumatra Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.

Adapun, dalam Kepmen tersebut, luas lahan sawah yang dilindungi pada 8 provinsi tersebut seluas 3,83 juta hektare (ha).

Penerapan beleid ini membuat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman (APERSI) melakukan audiensi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional.

Dalam pertemuan tersebut, Ketua Umum DPP APERSI Junaidi Abdillah menuturkan saat ini aturan LSD sangat mengganggu industri properti khususnya untuk rumah subsidi.

Aturan LSD ini membuat investasi pengembang terkait lahan menjadi tidak jelas karena ada beberapa pengembang Apersi yang sudah mendapatkan izin ternyata terganjal aturan ini.

Alhasil, kondisi ini membuat investasi pengembang yang sudah dibenamkan untuk pembelian lahan menjadi tak jelas dalam pengembalian investasinya.

Terlebih, pandemi yang melanda Tanah Air dalam 2 tahun belakangan ini membuat industri properti lesu, tak terkecuali rumah subsidi.

Selain itu, kondisi pengembang rumah subsidi saat ini kurang kondusif.

Hingga saat ini dalam rentang 3 tahun, harga rumah subsidi pun belum mengalami kenaikan. Hal ini tentu menekan kondisi pengembang rumah subsidi yang notabene merupakan kalangan UMKM.

Kendati demikian, Apersi tetap membangun rumah subsidi dan bahkan mendapatkan penghargaan dari Kementerian PUPR terkait realisasi terbanyak rumah subsidi.

“Rumah subsidi ini merupakan bagian Program Sejuta Rumah (PSR) yang dicanangkan pemerintah untuk memberikan kemudahan MBR memiliki rumah. Tentunya untuk masyarakat yang memang belum punya rumah,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (30/8/2022).

Oleh karena itu, diharapkan adanya solusi terbaik dari Kementerian ATR/BPN terkait penerapan LSD ini.

“Saya mohon maaf kepada Pak Menteri ATR/BPN kehadiran kami disini untuk berbagi kendala yang ada di lapangan karena rumah subsidi ini program pemerintah. Dan kami pun mengerti LSD bertujuan untuk menjaga ketahanan pangan,” tutur Junaidi. 

Dalam kesempatan yang sama, Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto mengatakan pihaknya sudah melakukan kordinasi dengan Ditjen terkait permasalahan LSD ini.

“Intinya masalah ini akan segera diselesaikan agar tak mengganggu, khususnya menjadi kendala dalam pembangunan rumah subsidi. Kita Kementerian ATR BPN akan sinkronkan aturan ini agar jangan berlarut-larut dan jangan menabrak aturan yang sudah ada,” katanya.

Kementerian ATR/BPN berkomitmen dalam membuat aturan pertanahan ini sesuai dengan kepentingan rakyat dan tentunya untuk kenyamanan para pelaku bisnis seperti pengembang.

“Saya berharap Apersi juga terus memberikan masukan terkait kendala yang menyangkut Kementerian ATR/BPN, karena yang berada di lapangan adalah pengembang perumahan. Apalagi Apersi adalah pengembang yang fokus membangun rumah susbidi,” ucapnya.

Hadi berjanji akan terus memperbaiki dan memberikan kemudahan pelayanan terkait perizinan dan pertanahan sehingga tak menghambat pelaku usaha.

Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR) Kementerian ATR/BPN Budi Situmorang menambahkan aturan LSD dalam pelaksanaannya masih membutuhkan penyesuaian pada beberapa daerah serta penyempurnaan regulasi.

“Terdapat 157 surat masuk ke Ditjen PPTR yang mempertanyakan mengenai LSD yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTR), terutama yang berada pada Kawasan Peruntukan Industri, Kawasan Permukiman Perdesaan, Kawasan Permukiman Perkotaan,” ujarnya. 

Ditjen PPTR telah melaksanakan verifikasi faktual dalam rangka perubahan peta LSD pada delapan provinsi.

Penetapan LSD merupakan bentuk komitmen untuk mengantisipasi krisis ketahanan pangan di masa yang akan datang.

“Upaya ini juga dapat menjaga kemaslahatan masyarakat Indonesia,” kata Budi


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper