Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Penasihat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Teguh Boediyana memaparkan banyak kejanggalan data produksi daging sapi nasional selama ini. Padahal, data tersebut kerap kali dijadikan sebagai sumber oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan dasar kebijakan mengenai importasi sapi.
“Saya punya hipotesa bahwa data produksi daging sapi lokal itu tidak valid. Ini hipotesa saya, kalau ternyata hipotesa saya benar maka hari ini sebenarnya sub topik itu adalah Presiden Joko Widodo dikibuli. Presiden dikibuli oleh data daging ini,” ujar Teguh dalam Diskusi Pelayanan Publik "Validasi Data Produksi Daging Sapi" yang diselenggarakan Ombudsman, Rabu (24/8/2022).
Teguh mengambil data dari BPS yang berasal dari dinas peternakan masing-masing daerah sentra produksi sapi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Menurut Teguh, kekacauan data bermula dari daerah, khususnya daerah penghasil sapi terbesar di Indonesia. Baru kemudian merembet ke level nasional.
Pada 2018 di NTT terdapat 28.967 ekor sapi yang dipotong, kemudian menghasilkan 11.761 ton daging. Teguh menuturkan daging tersebut berasal dari produksi daging per ekornya sebesar 406 kg dan perkiraan berat hidup sapi per ekor sebesar 1.136 kg. Perlu dicatat, ujar dia, bahwa maksimal daging yang dihasilkan dari seekor sapi hanya sebesar 35 persen.
“Bayangin itu sapinya gendut betul itu. Itu ada sapi 1 ton [1.136 kg], [padahal] NTT kadang-kadang bingung mau nyari sapi beratnya 300 kg aja susah. Kok bisa perkiraan beratnya sekian. Di sini saya punya temen-temen yang kerjaannya main dengan sapi jadi tahu persis,” tutur Teguh.
Selanjutnya pada 2019 NTT produksi sapi potong mencapai 28.967 ekor dan 10.851 ton daging yang dihasilkan. Besaran tersebut berasal dari 380 kg daging per ekor dan perkiraan berat hidup sapi per ekor seberat 1.064 kg. Kemudian, pada 2020 NTT mencatat 27.515 ekor sapi yang dipotong dan menghasilkan 13.116 ton daging. Hasil itu berasal dari 476 kg daging per ekornya dengan perkiraan 1.332 kg berat hidup sapi per ekor.
Baca Juga
Untuk Jawa Tengah dan Jawa Timur, kata Teguh tidak jauh berbeda. Jawa Tengah pada 2018 terdapat 123.296 ekor sapi yang dipotong dan menghasilkan produksi daging mencapai 64.755 ton. Hasil tersebut berasal dari 525 kg daging sapi per ekor dengan perkiraan berat hidup sapi per ekor rata-rata 1.499 kg.
Pada 2019 ada 116.607 ekor sapi, 66.681 ton daging sapi yang dihasilkan, ada 571 kg produksi daging per ekor dan ada 1.598 perkiraan sapi hidup per ekor. Kemudian pada 2020 ada 101.447 ekor sapi, 64.115 ton daging, ada 631 kg daging yang dihasilkan per ekor dan terdapat 1.767 kg daging sapi hidup per ekor.
Untuk Jawa Timur pada 2018 tercatat sapi potong 264.696 ekor yang menghasilkan dagin 96.727 ton. “Jadi dari sini saya hitung-hitung per ekor sapi menghasilkan daging 365 kg, berarti perkiraan berat hidup sapi 832 kg,” ujar Teguh.
Begitu juga pada 2019 terdapat 247.337 ekor sapi yang menghasilkan 103.291 ton daging. Hasil itu berasal dari 417 kg per ekor sapi dengan perkiraan bobot hidup sapi 1.167 kg. Lalu, pada 2020 di Jawa Timur ada 215.843 ekor sapi dipotong, 105.847 ton daging, 490 kg berat per ekor sapi dan 1.372 berat hidup per ekor sapi.
Sementara itu, untuk data nasional pada 2018 tercatat ada 2,013 juta ekor sapi yang mengasilkan 496.000 ton daging. Hasil itu berasal dari 246 kg daging sapi per ekor dengan perkiraan berat sapi 702 kg per ekor. Meski begitu, Teguh tidak menjelaskan mengapa dirinya tidak memaparkan data produksi sapi pada 2019 dan 2020 sebagaimana yang terdapat di daerah.
Adapun data Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan), produksi daging sapi di Indonesia sebesar 437.783,23 ton pada 2021. Jumlah itu turun 3,44 persen dibandingkan pada 2020 yang sebesar 453.418,44 ton.