Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Suku Bunga Acuan BI Sinyal Kuat Harga BBM Naik?

Kenaikan suku bunga acuan salah satunya untuk mengantisipasi dampak dari tingginya inflasi pangan dan harga yang diatur pemerintah seperti BBM.
Petugas melakukan pengisian bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Rabu (29/6/2022). /Antara Foto-Muhammad Adimaja
Petugas melakukan pengisian bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Rabu (29/6/2022). /Antara Foto-Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen pada bulan ini. Kenaikan suku bunga tersebut salah satunya untuk mengantisipasi kenaikan inflasi inti sebagai dampak rambatan dari tingginya inflasi pangan dan harga yang diatur pemerintah.

Tingkat inflasi inti diperkirakan akan terus meningkat ke depan, terutama dengan adanya rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah menyampaikan, kenaikan suku bunga acuan tersebut untuk menahan lonjakan inflasi tidak terlalu tinggi ke depan akibat harga BBM subsidi yang naik.

“Kenaikan suku bunga acuan ini memperkuat dugaan kita bahwa pemerintah akan menaikkan bbm subsidi,” katanya kepada Bisnis, Selasa (23/8/2022).

Piter menjelaskan, kenaikan suku bunga tentunya ditujukan untuk menahan lonjakan inflasi dengan mengurangi likuiditas di perekonomian.

Namun demikian, dia berpendapat kenaikan suku bunga acuan tidak akan cukup efektif menahan lonjakan inflasi jika harga BBM subsidi dinaikkan.

Pasalnya, kenaikan harga BBM memicu kenaikan inflasi dari sisi supply atau cost push inflation, sementara kenaikan suku bunga acuan untuk meredam kenaikan inflasi dari sisi permintaan.

“Dalam hitungan kami di Core, kenaikan suku bunga acuan tidak akan mampu menahan lonjakan inflasi apabila harga BBM subsidi dinaikkan,” jelasnya.

Piter memperkriakan, kenaikan harga BBM subsidi akan mendorong kenaikan inflasi hingga ke level 6 persen, bahkan berpotensi mencapai level 8 hingga 10 persen.

“Ketika itu terjadi, daya beli masyarakat akan terpangkas, pertumbuhan ekonomi juga tertahan. Target pertumbuhan ekonomi pemerintah menjadi sulit tercapai,” kata Piter.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper