Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto diketahui masih mengkaji wacana kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite dan solar seiring dorongan badan anggaran (Banggar) DPR untuk melonggarkan harga BBM murah tersebut.
Hal itu disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat ditemui selepas Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD Tahun 2022 di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD, Selasa (16/08/2022).
“Harga [pertalite] lagi dibahas, masih dikoordinasi di Pak Airlangga,” kata Arifin.
Di sisi lain, pemerintah juga tengah merampungkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191/ 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM yang ditargetkan selesai pada bulan ini sebagai petunjuk teknis (Juknis) pembatasan pembelian BBM bersubsidi di tengah masyarakat.
Selain itu, Arifin mengatakan, pemerintah mesti merampungkan pembahasan revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 itu untuk dapat memutuskan kebijakan akhir ihwal harga dan kuota BBM subsidi tersebut.
“Kita harus ubah Perpres dulu, mudah-mudahan [bulan ini] karena harus sosialisasi dulu,” kata dia.
Baca Juga
Seperti diberitakan sebelumnya, Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat bersikeras menahan kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kendati eksekutif telah meminta pelonggaran tambahan kuota sejak April 2022 lalu. Banggar meminta pemerintah untuk menaikkan harga sejumlah komoditas energi menyusul posisi fiskal yang terhimpit hingga paruh kedua tahun ini.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menegaskan lembagannya tidak bakal menyetujui usulan pemerintah untuk menambah kuota BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar masing-masing sebesar 5,45 juta kiloliter dan 2,28 juta kiloliter pada akhir tahun ini. Konsekuensinya, pemerintah mesti segera membatasi pembelian BBM bersubsidi sembari menyesuaikan kembali harga jual di tingkat konsumen.
“Tidak akan ada penambahan subsidi. Pilihan yang bisa ditempuh pemerintah adalah menaikkan harga energi yang disubsidi dengan mempertimbangkan dampak inflasi dan daya beli rumah tangga miskin,” kata Said saat dihubungi, Senin (15/8/2022).
Menurut Said, parlemen sudah lama meminta pemerintah untuk membenahi kebijakan subsidi energi untuk menjaga daya beli masyarakat tersebut. Hanya saja, kebijakan subsidi itu masih sering meleset dari target yang disasar.