Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menargetkan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN 2,85 persen pada 2023. Terdapat kewajiban defisit di bawah 3 persen pada tahun depan sesuai arah konsolidasi fiskal.
Hal tersebut tercantum dalam Buku Nota Keuangan beserta Rancangan APBN (RAPBN) Tahun Anggaran 2023. Buku tersebut memuat berbagai asumsi makro dari pelaksanaan anggaran pada tahun depan, yang penyusunannya berlangsung pada tahun ini.
Pemerintah mengasumsikan pendapatan negara pada level Rp2.443,6 triliun dan belanja Rp3.041,7 triliun. Artinya, rencana defisit anggaran pada 2023 adalah Rp598,2 triliun atau setara dengan 2,85 persen dari produk domestik bruto (PDB).
"Rasio defisit anggaran terhadap PDB sejalan dengan komitmen menjalankan amanat UU Nomor 2/2020," tertulis dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2023, dikutip pada Selasa (16/8/2022).
Pemerintah menargetkan defisit di kisaran 2,61 persen—2,85 persen, artinya masih terdapat ruang untuk menekan defisit lebih rendah lagi. Rentang target itu maish tetap mencapai target konsolidasi fiskal, yakni defisit di bawah 3 persen pada 2023.
Adapun, pemerintah mematok asumsi lainnya RAPBN 2023 yakni pertumbuhan ekonomi di 5,3 persen, inflasi di 3,3 persen, nilai tukar rupiah di 14.750, dan tingkat suku bunga surat utang negara (SUN) 10 tahun 7,9 persen. Adapun, harga minyak diasumsikan US$90 per barrel atau lebih rendah dari outlook 2022 yakni US$95—105 per barrel.
Pemerintah pun menargetkan lifting minyak di 660 rbph dan lifting gas di 1.050 rbsmph. Kedua target itu cenderung lebih tinggi dari outlook 2022, yakni lifting minyak 625—630 rbph dan lifting gas 956—964 rbsmph.