Bisnis.com, JAKARTA – Meski harga komoditas menunjukkan penurunan, pemerintah masih optimistis kinerja neraca perdagangan tahun ini bisa kembali mencatatkan surplus.
Kementerian Perdagangan menyatakan surpus neraca perdagangan tahun ini berpotensi mencapai US$31,7 miliar. Pada semester I/2022 saja, neraca perdagangan Indonesia sudah mengalami surplus sebesar US$24,94 miliar, yang terdiri dari surplus non migas US$36,63 miliar dan defisit migas US$11,68 Miliar.
Surplus neraca perdagangan tersebut didorong oleh peningkatan ekspor sebesar 37,17 persen year on year (yoy) pada periode Januari-Juni 2022. Capaian positif ini disebabkan oleh durian runtuh lonjakan harga komoditas internasional dalam beberapa tahun terakhir seperti batu bara dan minyak sawit (CPO).
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kemendag Kasan Muhri mengatakan pada semester II ini neraca perdagangan Indonesia tetap bisa tumbuh lantaran indeks manufaktur Indonesia masih ekspansif.
“BPS juga merilis pertumbuhan di triwulan II dan semester I indikator yang bisa saya baca indeks manufaktur masih ekspansif dan saya kira itu adalah bagian pemenuhan untuk order-order orientasi ekspor,” ujar Kasan, Minggu (14/8/2022).
Menurut laporan World Bank (Pink Sheet Commdity Price), semua harga komoditas pada bulan Juli 2022 mengalami penurunan dibandingkan bulan Juni 2022 kecuali harga batu bara dan gas. Hal ini mengindikasikan bahwa periode commodity surpercycle sudah melewati masa puncaknya.
Namun demikian, jika dibandingkan dengan Juli 2021, harga komoditas pada Juli 2022 masih jauh di level tinggi. Menurut laporan Dana Moneter Internasional (IMF), harga komoditas baik harga energi maupun nonenergi akan mengalami penurunan pada 2023 masing-masing sebesar 12,3 persen dan 3,5 persen.
Kementerian Perdagangan akan terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan ekspor produk yang memiliki daya saing yang kuat, mulai dari produk sawit, besi dan baja, furnitur, hingga kendaraan bermotor.
Selain itu, peningkatan ekspor nonmigas pada 2022 difokuskan pada produk nonkomoditas yang diprioritaskan pada alas kaki, produk kimia, tekstil dan produk tekstil (TPT), besi dan baja, produk kayu, produk makanan minuman, produk karet, produk mesin dan peralatan, otomotif, serta produk halal.
“Peningkatan ekspor nonkomoditas tersebut didukung dengan percepatan penyelesaian perundingan maupun hambatan perdagangan, partisipasi pameran, misi dagang, peningkatan daya saing produk dan SDM ekspor, sertifikasi lingkungan dan/atau halal, penyediaan portal informasi ekspor, yang dilaksanakan bersama dengan Pemerintah Daerah dan Pelaku Usaha serta difokuskan pada negara yang sudah memiliki perjanjian perdagangan dan/ atau komitmen untuk imbal dagang,” ujar Kasan.
Selain itu, Kasan mengatakan pada tahun ini Kemendag juga mulai memprioritaskan ekspor sektor jasa, yang diprioritaskan pada sektor jasa animasi, games, komik, licensing dan merchandising, dan francise.
Sama halnya dengan peningkatan ekspor non komoditas, maka peningkatan ekspor jasa juga akan didukung dengan percepatan penyelesaian perundingan maupun penanganan hambatan perdagangan, partisipasi pameran, misi dagang, peningkatan daya saing produk, penyediaan portal informasi persyaratan ekspor, serta integrasi bersama dengan pemerintah daerah.