Bisnis.com, JAKARTA — Badan Kebijakan Fiskal atau BKF Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa sekitar 80 persen liquid petroleum gas (LPG) yang beredar merupakan barang berubsidi tabung ukuran 3 kilogram atau yang dikenal dengan istilah 'tabung gas melon'.
Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan bahwa pemerintah menggelontorkan belanja subsidi dan kompensasi energi (BBM dan LPG) senilai Rp520 triliun pada tahun ini. Tingginya harga energi secara global membuat subsidi harus digelontorkan, agar harga di tingkat konsumen tetap terjaga sehingga inflasi tidak terus naik.
Sayangnya, menurut Febrio, barang bersubsidi masih digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat atau bukan hanya orang miskin dan rentan. Bahkan, sebagian besar LPG yang beredar adalah ukuran 3 kilogram atau bersubsidi, sedangkan pembelinya bisa siapa saja.
"Sebanyak 80 persen LPG yang beredar adalah LPG subsidi. LPG tidak hanya dinikmati masyarakat miskin dan rentan," ujar Febrio dalam taklimat media BKF, Senin (8/8/2022).
Dia menjelaskan bahwa perlu adanya kebijakan yang mengarahkan agar barang bersubsidi lebih tertuju kepada masyarakat miskin dan rentan. Selain peruntukan awalnya memang demikian, penyaluran barang bersubsidi yang lebih tepat sasaran akan meringankan beban APBN.
Meskipun begitu, Febrio menyebut bahwa langkah memusatkan sasaran barang bersubsidi bisa berjalan ketika kondisi perekonomian sudah membaik. Ketika tekanan dari pandemi Covid-19 dan ekonomi global sudah mereda, bukan tidak mungkin kebijakan tersebut bisa segera berlaku.
Baca Juga
"Begitu perekonomian membaik dan daya beli masyarakat sudah semakin pulih, nanti akan kami lihat supaya lebih tepat sasaran," ujar Febrio.
Kondisi serupa bukan hanya terjadi dalam penjualan tabung LPG, tetapi juga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, yakni jenis pertalite. Dia menilai saat ini siapapun masih bisa membeli bensin pertalite, baik orang kaya maupun orang miskin.