Bisnis.com, BOGOR — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai bahwa rasio perpajakan atau tax ratio daerah harus bisa meningkat hingga 3 persen untuk mencapai titik yang baik. Artinya, pemerintah perlu meningkatkan rasio hingga dua kali lipat dari kondisi saat ini.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti menjelaskan bahwa saat ini tax ratio daerah memang masih rendah.
Sejak 2016 hingga 2019, tax ratio daerah bergerak di rentang 1,35—1,42 persen, tetapi kemudian merosot ke 1,2 persen pada 2020 ketika terjadi pandemi Covid-19.
Pemerintah memiliki pekerjaan rumah untuk mengembalikan rasio itu ke tingkat sebelum pandemi Covid-19.
Namun, menurut Prima, angka itu ternyata belum cukup ideal karena tax ratio daerah mestinya lebih tinggi.
"Kalau hitungan kami secara kasar dan berdasarkan analisa kami, sebetulnya 3 persen sudah bagus," ujar Prima dalam temu media di Bogor, Jawa Barat pada Kamis (28/7/2022).
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memang mematok rasio perpajakan daerah yang tinggi, sehingga kondisi Indonesia jauh di bawah itu.
Meskipun begitu, Prima berpandangan untuk tidak mengacu kepada tolok ukur OECD karena kondisi dan mekanisme perhitungan yang berbeda.
Misalnya, kata dia, OECD banyak mencantumkan komponen pajak daerah yang sebenarnya di Indonesia tergolong sebagai pajak pusat.
Upaya meningkatkan rasio perpajakan daerah menurutnya tercermin dari Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
Beleid itu mengatur ketentuan umum perpajakan daerah, meskipun menurut Prima penyusunannya tidak mudah sehingga tetap berproses.
"Jangan hanya diarahkan ke pajak bumi dan bangunan [PBB, untuk meningkatkan rasio perpajakan daerah], arah UU HKPD bukan begitu, tetapi supaya compliance cost rendah, hasilnya baik," kata Prima.