Bisnis.com, JAKARTA – Tak dapat dipungkiri, aksesibilitas merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pertimbangan konsumen untuk memilih hunian idaman. Tentu punya akses tol sendiri menuju kawasan perumahan menjadi ajang jualan tersendiri bagi pengembang. Pasalnya, tak hanya mengandalkan pintu tol yang disediakan oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Pengembang pun juga tak segan mengusulkan sendiri kepada pemerintah daerah (pemda) untuk pembangunan akses jalan tol ke kawasan mereka.
Memang dengan adanya akses infrastruktur jalan tol yang dekat dengan perumahan akan berdampak pada peningkatan harga hunian rumah di kawasan tersebut. Hal ini lah yang membuat pengembang pun berlomba-lomba mengajukan pintu akses jalan tol.
Berita tentang pengajuan akses jalan tol ke kawasan perumahan menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.
Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Selasa (26/7/2022):
1. Melirik Tren 'Jualan' Pengembang Ajukan Akses Gerbang Jalan Tol
Di selatan Jakarta, terdapat Summarecon Bogor yang merupakan kota mandiri baru besutan PT Summarecon Agung Tbk yang ditawarkan sejak tahun 2020 ini memiliki pintu akses tol yang menuju langsung ke Summarecon Bogor.
Summarecon Bogor telah menghabiskan Rp1 triliun untuk mengembangkan infrastruktur dasar, termasuk jalan akses menuju kawasan agar bisa dilalui langsung dari Tol Jagorawi melalui Gerbang Tol (GT) Bogor Selatan.
Lalu selanjutnya, perumahan Kota Wisata yang terletak di Cibubur, besutan pengembang Sinar Mas Land yang telah berdiri sejak tahun 1997, juga akan memiliki gerbang tol Cimanggis – Cibitung (Cimaci) yakni Interchange (Simpang Susun) Cikeas yang berada di dalam township tersebut.
Rencananya, pada Desember tahun ini ditargetkan dapat beroperasi ruas tol Cimaci dari segmen on/off ramp Jatikarya – Simpang Susun Cikeas (Seksi 2A) sepanjang 3,5 kilometer.
Saat ini pun juga tengah dilakukan pelebaran jalan dari 2 lajur menjadi 3 lajur di sekitar akses masuk dan keluar Simpang Susun Cikeas yang berada dalam township Kota Wisata yang ditargetkan selesai pada Agustus mendatang.
2. Pasar Obligasi Terimpit, MI Racik Strategi demi Jaga Kinerja
Instrumen surat utang mengalami tekanan yang cukup berat tahun ini akibat tren pengetatan moneter global dan laju pesat capital outflow investor asing. Di tengah kondisi ini, manajer investasi perlu memutar otak demi menjaga kinerja reksa dana pendapatan tetap.
Berdasarkan data Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), indeks obligasi komposit atau Indonesia Composite Bond Index (ICBI) hari ini, Senin (25/7), tercatat sudah turun 1,31 persen year-to-date (YtD). Jika diperinci, tekanan yang lebih besar terjadi pada instrumen surat utang negara.
Hal ini terbukti dari indeks INDOBeX Government Total Return yang turun 1,58 persen YtD, sedangkan INDOBeX Corporate Total Return masih meningkat 2,79 persen YtD. Tampaknya, kondisi ini tidak terlepas dari lebih tingginya porsi investor asing di obligasi negara ketimbang obligasi korporasi.
Sepanjang tahun ini hingga akhir pekan lalu, Jumat (22/7), investor asing sudah keluar dari pasar surat berharga negara (SBN) sebesar Rp140,27 triliun, sehingga kepemilikan asing di SBN tinggal Rp751,07 triliun, setara 15,39 persen dari total outstanding SBN yang senilai Rp4.881,51 triliun.
Aksi jual besar-besaran ini tentu saja menyebabkan yield surat utang negara (SUN) meningkat dan harganya menurun, kendati Bank Indonesia masih berusaha mempertahankan suku bunga acuan di level yang rendah.
3. Biaya Hidup Meninggi, Mobil Listrik Dibayangi Perlambatan
Di tengah pabrikan yang menggencarkan serangan kendaraan listriknya, pasar justru semakin mengkhawatirkan keterjangkauan sarana transportasi ramah lingkungan lantaran inflasi tinggi dan kenaikan harga energi yang cepat.
Ini adalah salah satu temuan kunci dari Studi Mobilitas 2022, yang diterbitkan oleh Continental, Kamis (30/6/2022). Studi yang dilakukan bersama INFAs menyurvei 6.000 warga berusia 18-70 tahun di Jerman, Prancis, Norwegia, AS, Jepang, dan China tentang persyaratan mobilitas pribadi serta perilaku perjalanan dan rekreasi mereka.
Di Jerman, dampak tingkat inflasi yang tinggi dan di atas semua itu, kenaikan harga energi dikhawatirkan akan mengerem transformasi mobilitas. Keberlanjutan, khususnya dalam kaitannya dengan mobil, menjadi semakin relevan bagi mayoritas warga Jerman.
Berdasarkan studi tersebut, hanya 44 persen responden Jerman mengharapkan masa depan mobilitas menjadi listrik. Namun, bagi sebagian kecil lainnya memandang mobilitas ramah lingkungan sebagai prioritas lantaran harga listrik, bensin, dan solar yang tinggi.
Selain itu, lebih dari setengah dari mereka yang disurvei tidak akan mampu lagi mengemudi jika harga bensin melebihi €2,80 per liter.
Biaya juga menjadi pertimbangan ketika harus beralih ke mobilitas ramah iklim: setengah dari responden tidak siap untuk menghabiskan lebih banyak uang untuk kendaraan ramah lingkungan daripada kendaraan konvensional.
4. Membaca Dampak Pencabutan DMO DPO Sawit
Rencana pencabutan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) minyak sawit masih menuai tanda tanya. Langkah serampangan bakal berpotensi menciptakan ketidakpastian harga dan pasokan dalam negeri.
Strategi menjadi jurus lanjutan pemerintah untuk meningkatkan volume ekspor komoditas crude palm oil (CPO) dan turunannya. Target lainnya adalah peningkatan harga tandan buah segar (TBS) sawit.
Buah sawit mengalami penurunan harga cukup dalam setelah pemerintah menyetop ekspor pada selama tiga pekan mulai April - Mei 2022. Pengertian ekspor dilakukan demi membanjiri pasokan CPO di pasar domestik.
Kendati begitu, di tengah perjalanan penerapan aturan ini, serapan TBS petani menjadi loyo. Di sisi industri, penghentian ekspor malah membuat produksi berhenti. Tangki pengolahan sawit juga penuh.
5. Menimbang Dampak Kenaikan Harga BBM, Subsidi Jalan Terus?
Mayoritas masyarakat menginginkan agar pemerintah tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) meskipun harus menambah utang untuk subsidi. Kenaikan harga BBM jenis Pertamax sejak 1 April 2022 saja, dinilai sudah membebani pengeluaran masyarakat.
Apalagi, banyak informasi yang menyebutkan bahwa harga jual BBM di Indonesia terutama Pertamax sudah terlalu tinggi dibandingkan dengan negara lain. Harga BBM dengan kadar oktan 92 itu tanpa memperhitungkan pajak diklaim seharusnya Rp3.772 per liter, jauh di bawah harga saat ini Rp12.500—Rp13.000 per liter.
Berdasarkan perhitungan Mandiri Institute yang dikutip dataindonesia.id pada pertengahan Mei 2022, masyarakat berpenghasilan rendah paling terbebani oleh kenaikan harga Pertamax dibandingkan dengan kelompok masyarakat berpendapatan tinggi.
Ketika Pertamax belum dinaikkan, porsi pengeluaran masyarakat berpenghasilan rendah untuk belanja BBM sebesar 18,5 persen. Namun, saat Pertamax dinaikkan menjadi Rp12.500—Rp13.000 per liter pada awal April, porsi pengeluaran kelompok tersebut untuk belanja BBM naik jadi 19,1 persen.
Jika Pertalite ikut dinaikkan 10 persen, porsi pengeluaran masyarakat berpenghasilan rendah untuk belanja BBM diperkirakan bakal lebih tinggi lagi, tercatat sebesar 20,9 persen.
Sementara itu, dampak kenaikan harga Pertamax terhadap porsi pengeluaran belanja BBM pada kelompok berpenghasilan tinggi tidak begitu besar, atau hanya meningkat menjadi 5,3 persen dari sebelumnya 5,1 persen. Kalaupun Pertalite ikut naik 10 persen, porsi pengeluaran untuk belanja BBM hanya naik menjadi 5,8 persen.