Bisnis.com, JAKARTA – Petani kelapa sawit melaporkan penetapan pungutan ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya menjadi Rp0 hanya berdampak tipis terhadap kenaikan harga tandan buah segar (TBS) sawit.
Padahal, petani memperhitungkan bahwa jika pungutan ekspor menjadi gratis, setidaknya harga TBS dapat meningkat Rp1.000 per kilogram (kg).
Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung menjelaskan bahwa yang terjadi adalah harga TBS hanya naik tipis paling besar Rp200 per kilogram.
“Tentu ini cukup menarik, sudah dicabut larangan ekspor, sudah dicabut pungutan ekspor, harusnya naik Rp1.000/kg menurut hitungan kami, tetapi naiknya hanya antara Rp100 hingga Rp200 terhitung mulai pencabutan pungutan ekspor,” ujarnya dalam Kompas Talks Kondisi Perdagangan Kelapa Sawit Nusantara, Kamis (21/7/2022).
Per 20 Juli 2022, data Apkasindo mencatat harga TBS di petani swadaya telah mencapai Rp1.350/kg sedangkan petani bermitra Rp1.495 per kilogram.
Bila membandingkan dengan hari sebelumnya, 19 Juli 2022, harga TBS hanya naik Rp7 untuk petani swadaya dan Rp5 untuk petani bermitra.
Pada minggu lalu sebelum Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menetapkan Rp0 untuk pungutan ekspor CPO dan turunanya, harga CPO di tingkat petani swadaya mencapai titik terendah hingga Rp500/kg.
Gulat mengungkapkan bahwa harga yang diberikan oleh pabrik pun tidak sesuai dengan penetapan dinas perkebunan provinsi setempat. Rata-rata pabrik hanya memberikan petani harga setengah dari yang ditetapkan disbun tersebut.
“Dari Aceh sampai Papua, disbun mengeluarkan Rp2.000/kg, pabrik membeli hanya Rp900, disbun mengeluarkan Rp1.400 pabrik membeli hanya Rp700/kg, itulah yang terjadi,” jelasnya.
Meski demikian, petani pun tidak serta merta menyalahkan pabrik yang membeli harga rendah. Ia menilai memang kondisi yang memaksa pabrik membeli dengan harga rendah akibat kesulitan dalam melakukan ekspor.
“Ketidakpatuhan ini juga bukan mengatakan mereka semuanya [pabrik] sebagai pengkhianat, tetapi mereka juga dalam kondisi yang susah karena tidak bisanya ekspor berjalan normal pasca pelarangan ekspor dicabut,” lanjutnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Gapki Eddy Martono mengatakan masih banyak hambatan dalam melakukan ekspor CPO dan turunannya. Salah satu hambatan itu adalah keterbatasan kapal pengangkut.
“Eksportir butuh kepastian izin ekspor satu sampai dua bulan sebelumnya, ini untuk mengatur kapal. Sebab kondisi saat ini kapal masih juga sulit,” jelasnya, Minggu (17/7/2022).