Bisnis.com, JAKARTA -- Sejumlah asosiasi developer properti hunian di Indonesia menyebutkan berbagai dampak yang akan terjadi jika tahun ini pemerintah belum juga menyesuaikan antara harga material dan harga rumah subsidi.
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida meyayangkan kebijakan penyesuaian harga hunian sederhana yang belum terlaksana sejak 2020 hingga tahun ini.
"Kalau dengan harga bahan bangunan, pembangunan perumahan sederhana bisa stuck dan ada multiplier effect hingga ke UMKM juga stuck," katanya saat dihubungi Bisnis, Selasa (19/7/2022).
Dia juga menegaskan sebelumnya sejumlah asosiasi pengembang sudah memberikan usul kepada Kementerian PUPR sekaligus telah disosialisasikan penyesuaian hingga 7 persen pada Desember 2021 lalu.
KemenPUPR juga disebutnya telah menjanjikan realisasi akan terlaksana paling lambat di akhir Juli 2022 ini. Namun, sampai saat ini belum ada kepastian terkait hal tersebut.
"(Pembangunan) sekarang sudah tertahan karena semua menunggu, ya kita belum hitung (kerugian) tapi pasti ada karena margin-nya rumah sederhana bersubsidi itu kecil, kalau tertunda tahun ini kan developernya tetep bayar bunga," jelasnya.
Dampak lain diungkap oleh Sekeretaris Jenderal DPP APERSI Daniel Djumali. Ia menyebut akan ada 174 sektor industri yang kena imbas dari segi penyerapan tenaga kerja.
"Setelah selesai rumah dibangun itu kan rumah juga butuh dilengkapi furniter dan perlengakapan rumah lainnya. Itu kalau dilihat ada 174 sektor industri yang banyak menyerap tenaga kerja," kata Daniel.
Untuk diketahui, inflasi yang terjadi pada barang-barang material mencakup lahan, pasir, batu bata, batako, semen, cat, baja ringan, dan besi.
Sementara pengembang tetap harus mematikan kualitas rumah subsidi yang dijual merupakan yang terbaik yang layak untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Kenaikan harga material disebutnya juga semakin mengenyampingkan MBR.
"Makin lama MBR ini makin kepinggir, rumah subsidi dibatasi, harga lahan terus naik, material terus naik, secara gak langsung ini sama juga dengan meminggirkan masyarakat MBR, termasuk milenial,"
Lebih lanjut, ia mengkorelasikannya dengan kenaikan UMR yang menurutnya sudah sebanding dengan harga rumah subsidi saat ini paling sederhana di angka 150,5 juta untuk wilayah Jawa.
Selain itu, sektor properti juga dinilainya terbukti dapat bertahan di tengah badai pandemi bahkan dapat menyerap tenaga kerja yang besar.
Dari laman Kementerian Investasi/BKPM menyangkut laporan investasi di Indonesia tahun tahun 2021 mencapai Rp 445 triliun. Sementara sektor properti masuk dalam peringkat pertama dengan menyumbang angka Rp 86 triliun.
"Ini artinya kan 19 persen dari seluruh investasi nasional tahun 2021 disumbangkan dari sektor properti," tegasnya.
Adapun ia menyebutkan target penjualan rumah subsidi hingga bulan Juli 2022 ini masih 116.000 unit atau sekitar 40 persen dari target total penjualan 2022 sebanyak 300.000 unit per tahun.