Bisnis.com, JAKARTA — Kenaikan harga BBM telah membawa inflasi Amerika Serikat (AS) periode Juni 2022 mencapai 9,1 persen (year on year/yoy). Inflasi ini sekaligus menjadi rekor tertinggi sejak 1981 atau sejak 41 tahun terakhir.
Lalu bagaimana proyeksi inflasi di Indonesia? Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi pada Juli 2022 akan mencapai 0,59 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).
“Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu kedua Juli 2022, perkembangan inflasi sampai dengan minggu kedua Juli 2022 diperkirakan sebesar 0,59 persen mtm,” kata Erwin Haryono, Direktur Eksekutif Bank Indonesia dalam siaran pers, Jumat (15/7/2022).
Erwin mengatakan, komoditas utama penyumbang inflasi Juli 2022 hingga minggu pertama yaitu cabai merah sebesar 0,20 persen mtm, bawang merah sebesar 0,13 persen mtm, angkutan udara dan cabai rawit masing-masing sebesar 0,07 persen mtm, dan tomat sebesar 0,03 persen mtm.
Di samping itu, penyumbang inflasi lainnya yaitu daging ayam ras, mie kering, nasi dengan lauk, bahan bakar rumah tangga (BBRT), tarif air minum PAM, dan rokok kretek filter masing-masing sebesar 0,01 persen mtm.
Di sisi lain, tercatat bberapa komoditas menyumbang deflasi, diantaranya minyak goreng sebesar 0,04 persen mtm, telur ayam ras, kangkung, sawi hijau, jeruk, bawang putih, dan emas perhiasan masing-masing sebesar 0,01 persen mtm.
Baca Juga
Inflasi Indonesia sendiri berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) per Juni 2022 sebesar 4,35 persen yoy.
Pada kesempatan berbeda, Analis Makroekonomi Bank Danamon Irman Faiz memperkirakan inflasi pada Juli 2022 akan mencapai level 4,5 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 4,35 persen.
Kenaikan tersebut menurutnya didorong oleh inflasi pada komponen harga bergejolak (volatile food) dan harga yang diatur pemerintah (administered prices).
“Inflasi di Juli ini kami perkirakan bisa ke 4,5 persen karena memang harga bahan pangan masih meningkat dan harga transportasi udara juga meningkat,” katanya.
Selain tarif angkutan udara, kenaikan harga BBM dan LPG nonsubsidi kata Faiz turut mendorong kenaikan inflasi, meski tidak memberikan andil yang besar.
“Kenaikan non subsidi kami perkirakan 0,5-1,0 persen poin dampaknya [ke inflasi], tapi tidak pada satu waktu, jadi bertahap,” jelasnya.