Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dua Kali Diundur, Sri Mulyani Sebut Pajak Karbon Tetap Berlaku Tahun Ini

Dalam tiga tahun ke depan, pemerintah juga akan memperluas penerapan pajak karbon bukan hanya untuk PLTU, tetapi ke sektor-sektor yang ada dalam Nationally Determined Contributions (NDC).
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan sambutan saat pembukaan Roundtable Keuangan Berkelanjutan untuk Transisi Iklim di sela 3rd FMCBG-FCBD G20 di Nusa Dua, Bali, Kamis (14/7/2022). ANTARA FOTO/POOL/Nyoman Budhiana
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan sambutan saat pembukaan Roundtable Keuangan Berkelanjutan untuk Transisi Iklim di sela 3rd FMCBG-FCBD G20 di Nusa Dua, Bali, Kamis (14/7/2022). ANTARA FOTO/POOL/Nyoman Budhiana

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa implementasi pajak karbon tetap akan berlangsung pada tahun ini. Rencana implementasi itu telah mundur dua kali dari rencana awal, yang merupakan amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Hal tersebut disampaikan oleh Sri Mulyani dalam dialog Sustainable Finance for Climate Transition Roundtable. Dialog itu berlangsung pada Kamis (14/7/2022) sebagai bagian dari rangkaian acara pertemuan G20 di Bali.

Menurutnya, dalam rangka pengurangan emisi karbon dan penanganan krisis iklim, pemerintah Indonesia akan mengimplementasikan dua instrumen keuangan yakni perdagangan karbon dan pajak karbon. Sri Mulyani menyebut bahwa pemberlakuan pajak karbon akan berlangsung tahun ini.

"Sejalan dengan implementasi perdagangan karbon, pemerintah Indonesia juga akan menjalankan mekanisme pajak karbon tahun ini dengan menyasar pembangkit listrik tenaga uap [PLTU] batu bara," ujar Sri Mulyani pada Kamis (14/7/2022).

Dia pun menyebut bahwa pada 2025 atau tiga tahun ke depan, pemerintah akan memperluas penerapan pajak karbon bukan hanya untuk PLTU, tetapi ke sektor-sektor yang ada dalam Nationally Determined Contributions (NDC). Dokumen itu menargetkan pengurangan emisi karbon hingga 41 persen pada 2030.

Sri Mulyani tidak merinci sektor apa saja yang akan menjadi objek perluasan pertama kali. Namun, dalam dokumen NDC tertulis bahwa kontributor emisi karbon di Indonesia adalah sektor energi dan transportasi (mencakup PLTU), pengolahan sampah, proses industri dan penggunaan produk (industrial processes and product use/IPPU), serta kehutanan dan perkebunan.

"Pada 2025, penerapan pajak karbon dapat diperluas ke sektor NDC lainnya dengan mempertimbangkan kesiapan sektor kita, serta tentunya situasi pandemi dan ekonomi global," kata Sri Mulyani.

Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mengamanatkan pajak karbon mulai berlaku 1 April 2022. Implementasinya hanya berlaku terbatas bagi PLTU, karena menyumbang emisi karbon sangat besar.

Pemerintah ternyata belum siap menjalankan amanat dari UU yang diusungnya sendiri, sehingga implementasi pajak karbon diundur menjadi 1 Juli 2022. Namun, amanat itu kembali tertunda dan belum terdapat kejelasan kapan akan mulai berlaku.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper