Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Problema Pasar Karbon, Satu Komoditas yang Harganya Beda-Beda

Pengembangan pasar karbon yang sangat kompleks menjadi tantangan dalam upaya mengatasi krisis iklim.
Ilustrasi emisi karbon dari sebuah pabrik/ Bloomberg
Ilustrasi emisi karbon dari sebuah pabrik/ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Harga karbon menjadi pembahasan yang cukup alot dalam forum menteri keuangan G20, karena adanya perbedaan harga di setiap negara atas satu komoditas yang sama. Pengembangan pasar karbon yang sangat kompleks menjadi tantangan dalam upaya mengatasi krisis iklim.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa pengurangan emisi karbon bukan hanya menjadi tanggung jawab setiap negara, tetapi harus menjadi upaya kolektif karena manfaat dan dampaknya akan terasa secara global. Oleh karena itu, pengurangan emisi karbon selalu menjadi isu dalam berbagai pertemuan internasional.

Dalam pertemuan G20 di Bali, para menteri keuangan turut mengangkat isu itu, terutama mengenai besaran tarif yang adil (fair) untuk karbon dalam konteks pasar karbon secara global. Saat ini setiap negara mematok harga karbon masing-masing sehingga menimbulkan perdebatan.

"Ketika bicara soal pasar karbon global, tarifnya bukan satu harga universal untuk semua. Ini merupakan perdebatan serius dalam pertemuan Menteri Keuangan, berapa tarif yang fair untuk karbon?" ujar Sri Mulyani dalam forum bisnis Sustainable Finance: Instrument and Management in Achieving Sustainable Development of Indonesia, Rabu (13/7/2022).

Sri Mulyani menggunakan istilah common but differentiated responsibility dalam hal pengurangan emisi karbon. Common karena emisi karbon merupakan masalah bersama, tetapi differentiated responsibility karena setiap negara memiliki tingkat emisi karbon dan kemampuan fiskal yang berbeda-beda dalam menguranginya, terutama di negara-negara berkembang.

Penetapan harga karbon menjadi sangat kompleks karena setiap negara memiliki karakteristiknya tersendiri. Misalnya, Indonesia memiliki hutan tropis yang sangat luas, lalu negaranya berbentuk kepulauan sehingga penggunaan bahan bakar untuk transportasi udara dan laut cukup tinggi, serta terdapat emisi karbon yang tinggi dari pembangkit listrik dari bahan bakar fosil.

Kondisinya berbeda dengan negara maju yang sudah mengembangkan manufakturnya jauh lebih awal, sehingga dapat dikatakan telah menghasilkan emisi karbon lebih besar sejak dini. Penetapan harga karbon harus mempertimbangkan berbagai aspek itu, tetapi di sisi lain menimbulkan kompleksitas karena harganya menjadi berbeda-beda setiap negara.

"Kita bicara soal satu komoditas, CO2, tetapi differentiated price. Kita bisa bayangkan betapa kompleks mekanisme ini, dan seberapa efektif ini untuk diimplementasikan. Ini jelas menjadi salah satu isu utama yang sedang didiskusikan di sisi keuangan," ujar Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper