Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembelian Pertalite Tak Dibatasi, Subsidi Pemerintah Siap-siap Jebol

Terdapat konsekuensi yang harus ditanggung oleh pemerintah apabila konsumsi BBM penugasan jenis Pertalite melebihi kuota.
Petugas melakukan pengisian bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Rabu (29/6/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Petugas melakukan pengisian bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Rabu (29/6/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA – Institute For Development of Economics and Finance (Indef) menilai tanpa adanya upaya pembatasan penyaluran subsidi bahan bakar minyak (BBM) agar lebih tepat sasaran, maka terdapat potensi jebolnya anggaran subsidi yang harus dikucurkan pemerintah.

Ekonom Indef Abra Talattov mengatakan apabila tidak ada pembatasan pembelian BBM bersubsidi, potensi terjadinya kelebihan kuota sangat besar.

Berdasarkan kalkulasinya, untuk Solar hingga akhir tahun nanti ada potensi kelebihan kuota sekitar 15 persen dari kuota 14,91 juta kiloliter (KL) menjadi 17,2 juta KL. Sementara itu, Pertalite berpotensi jebol sekitar 24 persen dari alokasi 23,05 juta KL, menjadi sekitar 28 juta KL.

Menurutnya, terdapat konsekuensi yang harus ditanggung oleh pemerintah apabila konsumsi BBM penugasan jenis Pertalite melebihi kuota. Hal tersebut otomatis akan menambah pengeluaran pada APBN karena barang penugasan tersebut harus mendapatkan kompensasi.

”Makanya sebetulnya terobosan pendataan yang dilakukan Pertamina adalah untuk mengantisipasi apabila nanti pada Oktober-November 2022, kuota BBM susbsidi-penugasan sudah terlampaui,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (13/7/2022).

Abra menyarankan pemerintah agar segera mengambil keputusan untuk menambah kuota atau dengan membatasi pembelian. 

Dengan demikian, harus ada kepastian bagaimana komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas harga energi dan menjaga inflasi.

“Apakah all out menambah kuota BBM subsidi atau memang balance, tetap memberikan subsidi kompensasi dibarengi pengendalian BBM subsidi,” katanya.

Sementara itu, pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Yayan Satyakti mengungkapkan apabila pemerintah masih menganggarkan subsidi, artinya pemerintah siap dengan biaya yang memang akan semakin besar.

Yayan menuturkan kebijakan mempertahankan subsidi harus dikombinasikan dengan kebijakan moneter dari BI yang juga harus menjaga nilai tukar dan inflasi.

“Saya kira mempertahankan konsumsi saat ini lebih baik dari pada turun karena jika turun produktivitas akan turun,” ungkapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper