Bisnis.com, JAKARTA — Pakar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto memperkirakan ongkos produksi listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dari 5.200 pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) bakal menekan arus kas perseroan di tengah reli kenaikan harga minyak mentah dunia.
Toto beralasan porsi bahan bakar minyak (BBM) pada struktur pembiayaan PLTD mencapai 70 persen dari keseluruhan produksi listrik, sedangkan sebagian besar letak PLTD itu berada di kawasan terpencil.
“Sehingga kenaikan harga input BBM pasti akan menyebabkan struktur biayanya membengkak. Apalagi sebagian posisi PLTD juga ada di remote area sehingga biaya transportasi logistik juga akan naik,” kata Toto saat dihubungi, Selasa (12/7/2022).
Toto berpendapat pemerintah bersama dengan PLN mesti mempercepat upaya transisi atau konversi PLTD menuju pembangkit yang berbasis energi baru dan terbarukan serta gas untuk menekan biaya impor BBM. Misalkan, dia mencontohkan, pemerintah dapat mengoptimalkan penggunaan energi surya atau gasifikasi batu bara sebagai alternatif pembangkit listrik.
“Memang akan butuh investasi besar. Misal butuhnya storage system untuk PLTS sehingga layanan bisa 24 jam. Namun investasi ini perlu dikejar sehingga ketergantungan akan BBM bisa dikurangi di masa depan,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Darmawan Prasodjo membeberkan biaya pokok produksi atau BPP listrik berbasis diesel sempat menyentuh di angka Rp23 triliun saat rencana kerja dan anggaran perusahaan atau RKAP menetapkan harga minyak mentah Indonesia atau ICP sebesar US$63 per barel.
“Harga minyak mentah saat ini sudah di atas US$110 per barel, ada dampak pada kenaikan ongkos kami yaitu per dolar per barelnya dampaknya US$500 biaya operasional, maka kenaikkan US$40 sampai US$45 akan berdampak pada Rp20 triliun hingga Rp23 triliun untuk BPP kami,” kata Darmawan saat menggelar konferensi pers, Jakarta, Jumat (1/7/2022).
Darmawan mengatakan perseroan belakangan tengah mencoba untuk mengalihkan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang berbasis pada BBM impor untuk menggunakan gas dan energi baru dan terbarukan (EBT) domestik. Langkah itu untuk memangkas beban operasional yang lebar akibat kenaikan harga minyak mentah dunia tahun ini.
Selain konversi PLTD menjadi gas, dia mengatakan, perseroan juga tengah membangun infrastruktur transmisi dan distribusi kelistrikan untuk mengurangi ketergantungan pada BBM impor.
“Masih ada PLTD-PLTD kami yang saat ini sedang dalam proses diubah yang tadinya menggunakan BBM sebagian besar diimpor harga yang mahal diganti dengan EBT menggunakan local wisdom apapun energi yang tersedia di lokasi tersebut,” tuturnya.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, perusahaan energi pelat merah itu telah menetapkan rencana pengembangan pembangkit listrik tenaga diesel konversi dalam kurun waktu 5 tahun. Pembangkit berbasis bahan bakar minyak itu akan dipensiunkan secara bertahap.
Rencana PLN itu sebetulnya telah ditetapkan sejak tahun lalu sebagai salah satu upaya untuk mendukung pemerintah mengurangi emisi karbon dan mencapai bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025. Program konversi pembangkit EBT itu masuk dalam pilar Green yang ada di PLN.
Setidaknya sekitar 5.200 unit mesin PLTD PLN yang terpasang di wilayah Indonesia, tersebar di 2.130 lokasi dengan potensi untuk dikonversi ke pembangkit berbasis EBT sekita 2 GW.
Program Konversi PLTD menuju pembangkit EBT akan dilakukan secara bertahap. Pada tahap awal di 200 lokasi ini, konversi akan dilakukan pada unit pembangkit dengan usia lebih dari 15 tahun.