Bisnis.com, JAKARTA – Rencana Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengkaji ulang besaran iuran tarif BPJS Kesehatan berdasarkan besaran upah dinilai serikat pekerja tidak perlu dilakukan dalam waktu dekat. Mereka menganggap masih terdapat banyak problem yang harus diurus BPJS Kesehatan sebelum memaksa kenaikan iuran.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menyampaikan selagi melakukan revisi Perpres terkait Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tersebut untuk tidak terburu-buru. Hal terpenting dari revisi tersebut yaitu masyarakat khususnya pekerja lebih mudah mengakses layanan tersebut.
Pasalnya banyak hal yang masih menjadi masalah saat ini, yakni tunggakan iuran dan besaran denda. Timboel menyampaikan terdapat sekitar 16 juta orang yang menunggak pembayaran BPJS.
“Sekarang kan lagi banyak masalahnya, selain tunggakan iuran, besar juga dendanya, itu harus dipikirkan dan dikaji sebelum Perpres itu diteken, gak perlu cepat-cepat sebenarnya,” ujar Timboel, Jumat (10/6/2022).
Kabar yang beredar, BPJS Kesehatan akan menetapkan pengenaan iuran tunggal sebesar Rp75.000. Namun, kabar itu telah dibantah oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti. Dia menyampaikan tidak akan menetapkan besaran iuran tunggal di angka tersebut karena akan membebankan masyarakat kelas bawah dan APBN.
Meski belum diketahui besaran pastinya, Timboel mengingatkan bahwa perlu peninjauan ulang khususnya bagi peserta yang saat ini membayar untuk kelas 3.
Baca Juga
“Tetapi yang masalah kan mayoritas peserta itu ada di kelas 3, mampu gak dia menaikkan iuran ini, jadi jangan sampai nanti iuran ditetapkan tanpa melibatkan masyarakat, sehingga peserta akan semakin sedikit,” lanjut Timboel.
Menuju selesainya RPJMN 2020-2024, kata Timboel, masih banyak waktu meskipun uji coba akan dilakukan dalam waktu dekat. Butuh biaya besar bagi rumah sakit dna fasilitas kesehatan untuk menyempurnakan layanan sesuai dengan KRIS.
Saat ini iuran BPJS Kesehatan yang berlaku untuk peserta PBPU serta BP adalah sebesar Rp42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III. Namun, pemerintah memberikan bantuan iuran sebesar Rp7.000 per orang, sehingga iuran peserta kelas III, yaitu sebesar Rp35.000.Sedangkan besaran iuran peserta PBPU dan BP kelas II sebesar Rp100.000 per orang per bulan dan kelas I sebesar Rp150.000 per orang per bulan.
Pemerintah terus berusaha mewujudkan salah satu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dengan menjadikan 98 persen penduduk Indonesia sebagai peserta BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan menargetkan dapat mencapai 88,51 persen terhadap total jumlah penduduk Indonesia di 2022 atau sekitar 245,14 juta jiwa.
Sebelumnya, Anggota DJSN Asih Eka Putri mengatakan salah satu yang akan menjadi pertimbangan perhitungan besaran iuran peserta BPJS Kesehatan dalam implementasi KRIS adalah besaran penghasilan atau upah.
"Iuran sedang dihitung dengan memperhatikan keadilan dan prinsip asuransi sosial, salah satunya adalah sesuai dengan besaran penghasilan," ujar Asih, Kamis (9/6/2022).
Peserta yang berpenghasilan lebih besar maka akan semakin besar pula nominal iurannya. Asih menegaskan bahwa perubahan besaran iuran tersebut akan diterapkan setelah revisi Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan selesai.