Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Indef Abra Talattov meminta pemerintah untuk mengatasi isu kelebihan pasokan listrik atau over supply PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN yang belakangan ikut menjadi beban perseroan di tengah upaya percepatan peralihan menuju energi baru dan terbarukan (EBT).
Abra menilai kelebihan pasokan listrik pada perusahaan pelat merah itu belakangan membebani upaya perseroan untuk beralih pada upaya pengembangan pembangkit berbasis energi bersih mendatang. Alasannya, kata dia, cadangan listrik PLN sudah melebihi rata-rata cadangan dunia yang berada di posisi 35 persen.
“Cadangan listrik PLN sudah 45 persen ini sudah di atas melebihi best practice cadangan listrik dunia yang 30 persen,” kata Abra saat Webinar Bisnis Indonesia bertajuk Tantangan Sektor Kelistrikan Dalam Transisi Energi, Jakarta, Kamis (9/6/2022).
Di sisi lain, Abra meminta pemerintah, untuk menyiapkan sejumlah insentif pada PLN terkait dengan solusi kelebihan pasokan listrik saat ini. Alasannya, PLN terikat skema kontrak take or pay dengan produsen listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) yang menyebabkan arus kas perusahaan pelat merah itu terkontraksi tajam.
“Pemerintah sangat aware dengan hal tadi, di mana sekarang pemerintah juga mestinya perlu memberikan solusi terhadap insentif terkait dengan tekanan dan tantangan yang dihadapi badan usaha,” ujarnya.
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN tengah mempercepat upaya peralihan energi bersih yang signifikan menjelang perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 akhir tahun ini. PLN menargetkan inisiatif awal untuk menghentikan operasi pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU dapat diimplementasikan sebelum 2030.
Baca Juga
Direktur Perencanaan Korporat PT PLN Evy Haryadi mengatakan inisiatif itu ditargetkan rampung untuk mengatasi masalah kelebihan pasokan listrik atau over supply yang turut menjadi kendala perusahaan pelat merah itu untuk bermigrasi pada pembangkit yang ramah lingkungan.
Adapun, inisiatif pemangkasan energi berbasis batu bara sebesar 5,5 Gigawatt (GW) sebelum 2030 itu diproyeksikan membutuhkan dukungan dana mencapai US$6 miliar atau setara dengan Rp87,3 triliun.
“Kita harapkan inisiatif ini paling tidak bisa kita jadikan untuk ajang unjuk gigi di G20 nanti,” kata Evy saat Webinar Bisnis Indonesia bertajuk Tantangan Sektor Kelistrikan Dalam Transisi Energi, Jakarta, Kamis (9/6/2022).
Evy menuturkan penghentian operasi PLTU berbasis batu bara itu diharapkan dapat mengakomodasi kondisi kelebihan pasokan listrik yang saat ini dihadapi perusahaan pelat merah tersebut terkait dengan upaya peralihan energi baru dan terbarukan. Dengan demikian, kata dia, upaya untuk pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT dapat segera diintensifkan menjelang 2030 ini.