Bisnis.com, JAKARTA- Situasi geopolitik internasional menjadi salah satu faktor utama yang membuat Uni Emirat Arab (UEA) ngotot agar Indonesia menurunkan bea masuk bahan baku plastik dari negara tersebut.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono mengatakan UEA sedang mengalami kesulitan dalam mengekspor bahan baku plastiknya ke sejumlah kawasan tujuan utama.
Dua kawasan tujuan ekspor bahan baku plastik UEA, yakni negara-negara di Eropa dan China, sedang mengalami situasi yang kurang kondusif untuk mengakomodasi aktivitas dagang internasional.
"UEA kesulitan ekspor ke Eropa dan China karena perang Rusia-Ukraina dan lockdown. Mau tidak mau, mereka harus mengincar pasar ekspor lain, salah satunya Indonesia," kata Fajar kepada Bisnis, Rabu (8/6/2022).
Sebagai negara pengimpor bahan baku plastik, RI mengimpor sekitar 7 juta ton bahan baku plastik setiap tahun. Industri petrokimia dalam negeri baru mampu memproduksi 3,4 juta ton per tahun.
Dengan kata lain, sebanyak 50 persen kebutuhan bahan baku plastik untuk industri petrokimia dalam negeri harus dipenuhi melalui mekanisme impor.
Baca Juga
Sejauh ini, separuh kebutuhan impor bahan baku plastik Indonesia didatangkan dari negara-negara ASEAN, di antaranya Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Sebanyak 50 persen sisanya diimpor dari sejumlah kawasan. Yakni, 60 persen dari Timur Tengah, termasuk UEA, dan 40 persen lainnya dari Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan India.
Terkait dengan rencana penurunan bea impor bahan baku plastik dari UEA, Indonesia saat ini mengimpor bahan baku plastik jenis polyethylene dan polipropilena dari negara tersebut sebanyak 17.000 ton per bulan.
Kedua jenis bahan baku plastik itu, polyethylene dan polipropilena, disebut menjadi 2 pos tarif yang diincar UEA dalam perundingan Indonesia - UEA Comprehensive Economic Partnership Agreement/IUEA - CEPA.