Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan realisasi investasi sub sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi atau EBTKE baru mencapai US$0,58 miliar atau 14 persen dari target 2022 yang dipatok sebesar US$3,98 miliar.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan rendahnya realisasi investasi itu disebabkan karena molornya pengesahan Peraturan Presiden (Perpres) tentang tarif pembelian tenaga listrik energi baru dan terbarukan (EBT) yang direncanakan rampung pada awal tahun ini.
Selain itu, Dadan menggarisbawahi, kebijakan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS Atap yang sempat terkendala turut memengaruhi capaian investasi yang relatif minim hingga pertengahan tahun ini.
“Dari target hampir US$4 miliar basisnya Perpres tentang tarif EBT bisa keluar di awal tahun juga kebijakan PLTS Atap bisa smooth berjalan,” kata Dadan saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin (6/6/2022).
Kendati demikian, Dadan optimis, investasi pada subsektor EBTKE itu dapat mendekati target yang telah dipatok pada tahun ini. Alasannya, Perpres tentang tarif pembelian tenaga listrik EBT itu diharapkan rampung pada tahun ini. Dengan demikian, minat investor untuk berinvestasi pada sektor itu dapat terkerek dengan kemudahan dan insentif yang tertuang pada Perpres tersebut.
“Perjalannya sekarang, Perpres untuk tarif EBT sedang dalam proses taraf dari para menteri terkait. Realisasi investasi baru 14 persen atau US$0,58 miliar,” kata dia.
Baca Juga
Adapun berdasarkan data Kementerian ESDM per Mei 2022, tambahan kapasitas pembangkit listrik dari sektor EBT baru mencapai 66 megawatt (MW) atau 10 persen dari target yang ditetapkan mencapai 647,8 MW pada tahun ini. Sementara setoran lewat penerimaan negara bukan pajak atau PNBP dari sektor EBTKE mencapai Rp309 miliar atau 20 persen dari target Rp1,55 triliun.
“PNBP subsektor EBTKE masih dalam pengembangan tapi khusus panas bumi terjadi PNBP yang setiap tahun jumlahnya selalu di atas 100 persen capaiannya,” kata dia.
Adapun berdasarkan dokumen mengenai rancangan Perpres EBT yang diperoleh oleh Bisnis.com, pemerintah akan menerapkan empat skema harga pembelian listrik EBT, yakni berdasarkan harga feed in tariff, harga penawaran terendah, harga patokan tertinggi, atau harga kesepakatan.
Harga pembelian berdasarkan feed in tariff dilaksanakan tanpa negosiasi dan tanpa eskalasi selama jangka waktu kontrak, serta berlaku sebagai persetujuan harga dari Menteri. Skema harga ini berlaku untuk pembelian tenaga listrik dari PLTA, PLTS, dan PLTB kapasitas sampai dengan 20 megawatt (MW), serta PLTBm dan PLTBg kapasitas sampai dengan 10 MW.