Bisnis.com, JAKARTA- Kamar Dagang Indonesia (Kadin) menilai surplus neraca perdagangan Indonesia pada April ini yang mencapai US$7,65 milar adalah sebuah kewajaran. Namun, yang dikhawatirkan adalah impor pada April ini yang justru lesu.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor Indonesia pada April 2022 mencapai US$19,76 miliar, turun 10,01 persen dibandingkan nilai impor Maret 2022 atau naik 21,97 persen dibandingkan nilai impor April 2021.
Koordinator Wakil Ketua Umum III Kadin Shinta Widjaja Kamdani mengatakan di satu sisi ini bisa terjadi karena dampak redanya momentum konsumsi dalam negeri. Tapi, pada saat yang sama juga bisa menjadi sinyalir pelemahan daya beli pasca berbagai kenaikan harga dan inflasi nasional yang cukup tinggi di April.
“Semoga saja daya beli domestik tetap terjaga sehingga momentum pemulihan kinerja industri nasional tidak terganggu,” ujar Shinta kepada Bisnis, Selasa (17/5/2022).
Sementara itu, Shinta menuturkan bahwa ekspor Indonesia yang saat ini mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah lantaran masih dipengaruhi melonjaknya harga komoditas di pasar globa. Di saat bersama Indonesia berhasil menggenjot ekspor batu bara dan barang tambang lain selama periode tersebut.
“Selama kita bisa memastikan adanya stabilitas supply komoditas energi dan tambang untuk kebutuhan industri dalam negeri, khususnya industri pengolahan logam dasar dan industri hilir lainnya, saya rasa kita sah-sah saja untuk menggenjot ekspor komoditas pada saat-saat ini,” papar Shinta.
Baca Juga
Adapun penyebab melonjaknya harga batu bara, menurut Shinta lantaran sanksi-sanksi beberapa negara terhada Rusia sehingga pasokan batu bara di pasar global, khususnya di pasar-pasar utama seperti Uni Eropa dan Jepang cukup langka.
“Pasar-pasar ini yang mendorong kenaikan harga coal yang signifikan sepanjang April karena mereka perlu segera mensubtitusi impor coal mereka dari Rusia,” kata Shinta.
Lebih lanjut, Shinta mengatakan saat ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan diversifikasi pasar ekspor. Menurut Shinta di satu sisi Indonesia bisa memanfaatkan kekurangan pasokan di pasar global untuk mengekspor produk-produk ekspor nasional yang bisa mensubtitusi produk-produk langka di pasar global.
Selain itu, bisa juga dengan mengekspor ke pasar-pasar yang membutuhkan yang selama ini belum punya volume dagang yang signifikan dengan Indonesia. Di sisi lain, kata Shinta dalam kondisi saat ini perlu menggenjot diversifikasi ekspor produk manufaktur, khususnya di pasar-pasar baru.
“Kita juga bisa ekspor produk pangan dan mamin ke negara-negara yang mengalami krisis supply pangan saat ini. Celah-celah yang seperti ini yang perlu kita perhatikan dan manfaatkan untuk meningkatkan diversifikasi ekspor kita,” tutur Shinta.