Bisnis.com, JAKARTA -- Tekanan yang dialami saham perusahaan teknologi dinilai hanya sementara lantaran potensi ekonomi digital yang sangat besar.
Laporan e-Conomy SEA 2021 yang dikeluarkan Google, Bain & Company menyebutkan nilai ekonomi digital Indonesia melesat 49 persen secara tahunan menjadi US$70 miliar.
Nilai ekonomi digital nasional diprediksi menyentuh US$146 miliar pada tahun 2025. Potensi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia itu disebabkan oleh perubahan perilaku konsumsi masyarakat yang mulai aktif menggunakan layanan online.
Arya Anugrah Pratama Kuntadi, Ketua Bidang IV BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) berharap Indonesia tak hanya sekadar sebagai pengguna platform digital perusahaan multi nasional.
"Indonesia harus mampu sebagai developer dan mampu menjual platform digital asli Indonesia ke pasar internasional," ujarnya.
Menurutnya, langkah Menteri BUMN Erick Thohir yang membuat Merah Putih Fund merupakan terobosan strategis untuk menumbuhkan dan membuat ekosistem digital nasional semakin kuat.
Ke depan, diharapkan makin banyak muncul unicorn dan decacorn asli Indonesia.
Arya berpendapat kebijakan The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) membuat indeks bursa global dan Indonesia mengalami tekanan.
Tekanan jual saham yang terbesar saat ini dialami oleh perusahaan yang bergerak di bidang teknologi seperti bank digital dan marketplace.
“Elon Musk dengan SpaceX dan Starlink saja tertarik untuk menggarap ekonomi digital Indonesia. Itu menunjukan potensi pertumbuhan ekonomi digital nasional yang sangat besar, termasuk di perusahaan startup dan digital nasional," katanya dalam keterangan resmi, Selasa (16/5/2022).
Arya melanjutkan koreksi yang terjadi pada saham-saham teknologi hanya sementara saja. Ketika sentimen kenaikan FED sudah mereda, kinerja harga saham perusahaan digital akan kembali pulih.
Terkait investasi Telkom Group di GoTo, menurut Arya, merupakan suatu keniscayaan. Pasalnya, investasi ke perusahaan digital juga dilakukan oleh perusahaan telekomunikasi global.
Tujuannya adalah membangun ekosistem digital sehingga perusahaan telekomunikasi dapat terus mempertahankan pendapatannya dan mampu berkembang di pasar digital yang semakin luas.
"Telkom Group harus menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Bahkan kalau bisa Telkom harus menjadi leader ekonomi digital di kawasan regional,” tambah Arya.
Arya berpendapat koreksi harga saham GoTo yang mempengaruhi nilai investasi Telkom Group adalah suatu lumrah terjadi. Sebab harga saham GoTo dan perusahaan teknologi lainnya baik itu di BEI maupun di global tengah mengalami tekanan jual.
Dia menilai fluktuasi harga yang saat ini terjadi di pasar saham adalah suatu wajar. Investor tidak bisa memastikan investasi yang ditanamkan pasti untung atau rugi. Sebab fluktuasi harga saham di bursa dipengaruhi beberapa sentimen seperti sentimen global, regional dan lokal.
Menurutnya, pihak Telkom Group sudah menjalankan prosedur yang benar ketika hendak melakukan investasi di perusahaan digital seperti GoTo.
"Justru saya mendorong agar terus ada kolaborasi yang positif antara BUMN dengan swasta nasional, termasuk dalam menggembangkan perusahaan digital,” katanya.