Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) melaporkan sebagian perusahaan yang memiliki Izin usaha pertambangan (IUP) batu bara tengah mengajukan revisi rencana kerja dan anggaran belanja atau RKAB terkait dengan penyesuaian kembali kapasitas produksi pada kuartal 2/2022.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan revisi RKAB itu lebih banyak menyasar pada upaya peningkatan target produksi yang sempat terkoreksi sejak Desember 2021 hingga Januari 2022 akibat cuaca buruk.
Kendati demikian, Hendra mengatakan asosiasinya tidak memiliki laporan detil ihwal jumlah perusahaan yang tengah mengajukan revisi RKAB itu ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Alasannya, RKAB itu sepenuhnya menjadi ranah perusahaan terkait.
“Kita tidak bisa bilang berapa banyak [perusahaan] yang tengah mengajukan revisi RKAB, tetapi ada perusahaan yang saat ini sedang mengajukan tetapi itu menjadi rahasia masing-masing perusahaan ya,” kata Hendra melalui sambungan telepon, Minggu (15/5/2022).
Kendati demikian, dia memastikan, sebagian besar perusahaan pemegang IUP Batu Bara itu belakangan tengah berupaya untuk meningkatkan kapasitas produksi mereka saat harga komoditas emas hitam itu masih berada di level yang tinggi.
Dia menambahkan, fluktuasi harga batu bara di pasar dunia belakangan turut dipengaruhi sentimen negatif peningkatan kapasitas produksi di China dan India.
Hanya saja, dia berpendapat, manuver sebagian besar perusahaan itu relatif sulit untuk dilakukan. Alasannya, perusahaan terkait mesti membuat ulang RKAB yang relatif mahal, mencari alat berat baru untuk penambangan hingga faktor cuaca yang masih tidak menentu pada tahun ini.
“Untuk mengoptimalkan RKAB tahun ini juga tidak mudah karena awal Januari sudah terhambat produksinya misalnya suatu perusahaan rencana 10 juta ton, tetapi tidak bisa produksi 1 juta ton Januari kemarin jadi terhambat untuk pemulihan bulan bulan berikutnya,” kata dia.
Di sisi lain, penyesuaian kembali RKAB itu juga didorong oleh kepercayaan pelaku usaha terkait dengan harga komoditas emas hitam itu yang masih tertahan tinggi pada tahun ini. Menurut dia, pelaku usaha ingin mengoptimalkan momentum yang masih bertahan relatif lama di tengah ketimpangan pasokan dan permintaan yang masih tinggi di pasar dunia.
“Harga masih tertahan tinggi ini, orang sedang memaksimalkan kontrak juga jangka panjang ya untuk tiga hingga enam bulan ke depan, harga turun pun ini sudah tinggi sekali,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga batu bara acuan atau HBA pada Mei 2022 di angka US$275,64 per ton atau turun 4,42 persen dari acuan April 2022 sebesar US$288,4 per ton.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan penurunan HBA Mei 2022 itu disebabkan karena meningkatnya jumlah pasokan batu bara dunia yang dipengaruhi oleh peningkatan produksi dari China dan India. Adapun kedua negara itu tengah berupaya mengurangi impor komoditas emas hitam tersebut.
"Selain faktor meningkatnya pasokan, keputusan China untuk mengurangi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan mengembangkan energi hijau juga turut mendorong menurunnya harga batu bara dunia," kata Agung melalui siaran pers, Sabtu (14/5/2022).
Padahal, manuver Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau North Atlantic Treaty Organization (NATO) untuk melakukan embargo terhadap pasokan energi dari Rusia sempat mengerek naik HBA April 2022 di angka US$288,4 per ton.
Adapun selama empat bulan terakhir grafik HBA terlihat konsisten mengalami kenaikan. Kementerian ESDM mencatat HBA Januari 2022 sebesar US$158,5 per ton lalu naik ke angka US$188,38 per ton pada Februari 2022. Selanjutnya Maret 2022 menyentuh angka US$203,69 per ton, dan terakhir di April berada di level US$288,40 per ton.
"Baru pada bulan ini grafiknya sedikit turun," kata dia.