Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) memastikan pihaknya siap untuk menyerap gabah petani sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Namun, dengan catatan bahwa kualitas gabah harus sesuai yang dipersyaratkan dan kapasitas stok di Gudang Bulog belum penuh.
Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaludin Iqbal mengatakan apabila di satu wilayah sudah tidak memungkinkan karena harga sudah di atas HPP, maka pihaknya tidak akan melakukan penyerapan.
“Jika di bawah HPP kita masih memungkinkan melakukan penyerapan. Kita liihat bagaimana kondisi stok kita. Stok kita kan mendekati 1 juta ton. Karena ada range 1,5 kita masih akan melakukan penyerapan,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (11/5/2022).
Dia menjelaskan, syarat gabah yang akan diserap oleh Bulog sendiri untuk gabah kering panen (GKP) maksimal mengandung kadar air sebesar 25 persen dan kadar hampa/kotoran maksimum 10 persen. Sedangkan untuk gabah kering giling (GKG) maksimum mengandung kadar air sebesar 14 persen dan kadar hampa/kotoran maksimum 3 persen.
Menurut survei Badan Pusat Statistik atau BPS, tren kasus pembelian gabah di bawah HPP terus meningkat dari periode ke periode sepanjang tahun 2022. Januari naik 4,47 persen dibanding Desember 2021, Februari naik 12,57 persen, Maret 18,73 persen, dan April 33,60 persen.
Iqbal mengakui jika hal tersebut mungkin saja terjadi, namun bukan hanya pihaknya yang bertanggung jawab.
Baca Juga
“Untuk penjualan gabah yang turun di bawah PPH-nya itu memang ada, tapi itu menjadi tanggung jawab semuanya bukan hanya Bulog. Semua institusi yang terkait itu. Inpres itu ditunjukan dari mulai menteri sampai gubernur. Untuk melakuksan sosialisasi kepada masyarakat petani, ada HPP itu loh, ada persyaratan kualitasnya,” tuturnya.
Sementara itu, Serikat Petani Indonesia mengeluhkan tidak adanya pendampingan dari pemerintah terhadap petani, sehingga hasil panen petani tidak maksimal. Akibatnya, gabah petani tidak bisa diserap Bulog dan dibeli dengan sesuai HPP.
“Memang pemerintah punya acuan harga itu ya HPP, cuma pemerintah sendiri tidak bisa menyerap semua. Jadi, sebagian besar gabah ya ke pasar. Lalu pemerintah juga syarat-syarat membeli gabah petani ribet. Harusnya jika syaratnya yang seperti ini, ada pendampingan ke petani, sehingga gabah yang diminta dari petani masuk ke level kualitas Bulog,” ujar Kepala Pusat Pengkajian Dan Penerapan Agroekologi SPI Muhammad Qomarunnajmi, Rabu (11/5/2022).
Ke depannya, dia berharap pemerintah berkaca pada negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam dalam mengurusi pangan. “Kita petani juga punya keterbatasan pasca panen itu seperti keterbatasan alat, misalnya pengeringan tidak ada. kalau mau berkaca ke negara tetangga kayak Vietnam dan Thailand, mereka didukung permodalan, teknologi dan punya asuransi,” tuturnya