Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang Indonesia (Kadin) memprediksi angka pertumbuhan ekonomi di kuartal II/2022 akan lebih tinggi dibanding kuartal I seperti yang dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 5,01 persen (year on year/yoy).
Akan tetapi, Kadin mengkhawatirkan risiko inflasi dan dampaknya terhadap daya beli pasca kuartal II tersebut.
Koordinator Wakil Ketua Umum III Kadin Indonesia Shinta W. Kamdani mengatakan kemungkinan pertumbuhan ekonomi kuartal II/2022 bisa di kisaran 5-6 persen. Sebab, kata dia, pertumbuhan ekonomi kuartal I menunjukkan Indonesia berada pada rute pemulihan ekonomi yang lebih solid dan layak diapresiasi.
“Hanya saja kami agak mengkhawatirkan risiko inflasinya dan dampaknya terhadap daya beli ke depan [pasca kuartal II], kalau terlalu tinggi bisa berdampak memperlambat pertumbuhan dan kinerja di kuartal berikutnya,” ujar Shinta kepada Bisnis, Senin (9/5/2022).
Shinta mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi di kuartal II akan lebih baik khususnya karena dorongan konsumsi dan kegiatan ekonomi yang meningkat sepanjang April-Mei.
Hal itu menandakan respon kebijakan pemerintah terhadap pandemi, khususnya penggencaran vaksinasi dan PPKM terlokalisir cukup kondusif terhadap pertumbuhan dan pemulihan ekonomi.
Baca Juga
“Ini perlu dipertahankan ke depannya,” imbuh Shinta.
Namun, Shinta menilai kinerja ini belum mencerminkan ekonomi yang sudah pulih. Khususnya jika melihat berbagai sektor yang terkena dampak terbesar dari pandemi seperti sektor pariwisata, retail, dan transportasi yang kinerjanya masih dibawah kinerja tahun 2019 hingga kuartal 2022, meskipun sudah terbantu normalisasi kegiatan ekonomi domestik.
Apalagi saat-saat ini ada berbagai faktor ketidakpastian di pasar global yang perlu diwaspadai agar tidak menciptakan dampak negatif atau beban yang berlebihan terhadap upaya pemulihan ekonomi nasional seperti kelangkaan pasokan pangan global, potensi inflasi tinggi di atas rata-rata, kecenderungan pelemahan nilai tukar, efek kenaikan suku bunga acuan sebagai akibat dari tappering dan kebijakan the Fed terhadap konflik Ukraina.
“Ini perlu diantisipasi dengan intervensi pemerintah dari segi fiskal maupun moneter untuk memastikan pelaku usaha dan masyarakat tidak memperoleh beban ekonomi yang berlebihan untuk meningkatkan kinerja usaha dan konsumsi,” tuturnya.