Bisnis.com, JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Golkar Nusron Wahid menyampaikan apresiasinya terhadap keputusan Presiden Joko Widodo yang melarang ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng.
Nusron menilai keputusan Jokowi merupakan bentuk keberpihakan pemerintah kepada rakyat yang dirugikan oleh kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng.
"Ini bukti Presiden menyatakan perang terhadap pengusaha dan memilih berpihak pada rakyat," katanya lewat rilisnya, Minggu (24/4/2022).
Lebih lanjut, dia menilai Kepala Negara selama ini sudah cukup bersabar memberi kesempatan kepada industri minyak goreng untuk menurunkan harga. Tetapi kesan lain yang diberikan oleh pelaku usaha di industri minyak goreng seperti menolak mengikuti harga yang ditetapkan pemerintah.
"Hal itu terlihat saat pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi [HET] minyak goreng di angka Rp14.000 per liter, stok minyak goreng kemasan langsung langka di pasaran. Sementara saat HET dicabut, stok minyak goreng kembali langsung melimpah," tuturnya.
Selain itu, dia melanjutkan Kejaksaan Agung pun menemukan adanya penyelewengan ekspor bahan baku minyak goreng yang menyebabkan kelangkaan di dalam negeri.
Alhasil, kondisi tersebut menjadi wajar apabila Kepala Negara disebutnya mengambil keputusan untuk melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya sampai waktu yang tak ditentukan.
"Salah sendiri diajak baik-baik sama Presiden [untuk turunkan harga] malah tidak mau, dengan dalih harga internasional. Ibarat perang, sekarang Presiden sudah meledakkan bom. Habis itu pengusaha nangis-nangis dan ampun-ampun," katanya.
Politikus Partai Golkar itu berharap dengan kebijakan Presiden yang dinilai berani itu, maka harga minyak goreng bisa kembali normal di pasaran, yaitu Rp14.000 per liter. Bahkan stok minyak goreng juga diharapkan tidak lagi langka apabila harganya turun.
Sementara itu, ekonom senior Rizal Ramli justru melayangkan kritik terhadap keputusan Jokowi terkait dengan larangan ekspor tersebut karena dinilai sebagai kebijakan asal populer.
“Inilah contoh kebijakan asal populer tapi ngasal. Kebijakan yang dirumuskan tanpa data-data kuantitatif tanpa simulasi dampak. Sekali cetek tatap cetek,” katanya, dikutip melalui akun Twitter @RamliRizal, Minggu (24/4/2022).
Tak jauh berbeda, pengamat politik Rocky Gerung pun meyakini bahwa ada kemungkinan Jokowi mengambil keputusan tersebut karena ada pihak yang memberikan bisikan.
"Itu bukti bahwa koordinasi makro ekonomi politiknya nggak jalan. Kan sangat mungkin juga ada yang membisiki pak Jokowi untuk menghajar oligarki. Iya, oligarki itu bukan dihajar, tetapi dinyatakan bersalah. Kan begitu supaya ada perbaikan kebijakan," katanya, dikutip dari Youtube Rocky Gerung Official, Minggu (24/4/2022).
Keputusan Jokowi disebutnya memiliki efek domino terhadap kondisi perekonomian Indonesia mengingat selama ini salah satu perolehan terbesar negara yaitu berasal dari industri ekstraktif.
"Lalu nanti ibu Sri Mulyani bilang kalau kita tidak bisa lagi dapat rejeki dari komoditas, kemudian Sri Mulyani bingung mau tarik pajak dari mana lagi, padahal Sri Mulyani bilang bahwa kita kelebihan Rp400 triliun itu karena ekspor komoditas batu bara segala macam sekarang itu mau dibatalkan," tutur Rocky.