Bisnis.com, JAKARTA – Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun hingga mencapai US$1,675 miliar atau setara dengan Rp24 triliun. Sejumlah faktor disebut menjadi pemicu dari pembengkakan biaya megaproyek tersebut.
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Dwiyana Slamet menyampaikan bahwa eskalasi harga yang menyebabkan perubahan biaya memang diakomodasi di dalam kontrak pembangunan. Misalnya, inflasi maupun perubahan upah minimum regional (UMR). Apalagi, kontrak tersebut bersifat multi years. Berdasarkan catatan Bisnis, biaya awal pembangunan kereta cepat ini sebesar US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,5 triliun.
Eskalasi harga juga timbul akibat sejumlah faktor lain yang dinilai tidak terduga atau awalnya tidak dicantumkan pada anggaran awal.
Berikut ini adalah penyebab biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung membengkak:
1. Penambahan di luar anggaran awal
Adanya rencana integrasi moda transportasi kereta cepat dengan moda angkutan lainnya seperti LRT Jabodebek ternyata turut memicu adanya cost overrun.
Dwiyana mengatakan awalnya tidak ada rencana untuk membangun stasiun integrasi kereta cepat dengan moda lain. Tetapi seiring berjalannya waktu, pemerintah dan PT KCIC merasa perlu untuk membangun stasiun integrasi dengan LRT Jabodebek yang terletak di Halim Perdanakusuma, Jakarta.
"Karena di LRT juga tidak ada dana, kemudian pemerintah meminta KCIC untuk membangun. Itu muncul cost overrun," tutur Dwiyana, dikutip Kamis (14/4/2022).
Selain itu, penambahan biaya investasi untuk penggunaaan GSM-R untuk operasional kereta api, serta untuk instalasi PLN, turut menambah biaya tanggungan dari pihak PT KCIC.
2. Kondisi tidak terduga
Selanjutnya, kondisi tidak terduga atau unforeseen seperti kondisi geologi yang menghambat pembangunan proyek seperti terowongan 2. Kondisi tersebut terjadi karena proyek terowongan dibangun di tanah lempung sehingga mengurangi daya dukung tanah sampai dengan 80 persen.
Dwiyana mengatakan kondisi tidak terduga yang ditemukan oleh kontraktor itu bisa diakomodasi untuk mengeklaim cost overrun.
"Sepanjang 1.050 meter terowongan 2 ini semuanya adalah tanah clay shale [lempung]. Dulu pas perencanaan dihitung terkait dengan kondisi itu dan masih dimungkinkan untuk dilakukan pembangunan tunnel. Karena kita tidak mungkin lagi membelokkan atau merelokasi trasenya. Banyak pertimbangan, jadi perencanaan bagaimana harus lewat tanah clay shale dan harus ada tunnel di sini," jelasnya secara terpisah pada akhir bulan lalu.