Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia memiliki target lifting Migas nasional mencapai 1 juta BOPD untuk minyak bumi serta 12 BSCFD untuk gas alam pada tahun 2030.
Guna mencapai target tersebut, Indonesia harus memiliki banyak investor untuk menggerakkan proyek-proyek hulu migas. Oleh karena itu, pemerintah terus berupa memperbaiki iklim investasi hulu migas. Sayangnya, upaya yang telah dilakukan pemerintah saat ini dinilai belum tepat dan belum berdampak signifikan. Buktinya, investasi Migas di Indonesia masih kalah daripada Negeri Jiran, Malaysia.
Direktur Utama Elnusa sekaligus Ketua Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI)John H Simamora mengungkapkan, Kementerian Keuangan adalah kunci peningkatan investasi hulu migas nasional.
“Kementerian Keuangan selaku bendahara negara harus menjaga pos-pos penerimaan negara namun pos-pos tersebut tidak akan berjalan jika tidak ada aktivitas kegiatan produksi Migas. [Masalahnya] Fiskal kurang menyentuh,” ungkap John dalam acara Industri Hulu Migas Dalam Menghadapi Situasi Global dan Harga Minyak Dunia, Rabu (13/04/2022).
John mencatat, kegiatan usaha hulu migas merupakan salah satu penyumbang pajak terbesar Indonesia, pajak sendiri adalah pos penerimaan utama negara. Kegiatan operasi produksi migas dapat berlangsung dengan adanya kesesuaian keekonomian yang ditunjang oleh insentif dari pemerintah.
“Masih terlihat bahwa pajak migas sangat tinggi kontribusinya. Oleh sebab aktivitas [produksi migas] harus terus berjalan. Kalau operasi migas stagnan, penerimaan pajak juga terganggu,” tegasnya.
Baca Juga
Perbaikan fiskal, lanjut John, juga diharapkan oleh KKKS asing. Hingga saat ini, kegiatan produksi hulu migas memerlukan kesiapan biaya investasi dan keandalan teknologi. Sejauh ini kemampuan perusahaan lokal masih terbatas, terlebih dalam kesiapan menanggung risiko usaha.
“Dalam kegiatan eksplorasi, perusahaan asing masih sanggup terus beroperasi dan mencari cadangan migas baru setelah menelan kerugian akibat gagal [menemukan kandungan migas] setelah mengebor satu hingga lima delapan sumur,” jelas John.
Adapun perusahaan migas lokal, sambung John, belum mampu menahan biaya kegagalan penemuan kandungan migas yang besar sebagaimana perusahaan asing.
“Perusahaan migas nasional belum mampu menanggung kerugian sebanyak itu, karena biaya kegagalannya besar. Satu sumur gagal bisa rugi US$20 juta sampai US$50 juta dollar. Jika ada 9 sumur yang gagal, perusahaan lokal pasti di ambang kebangkrutan,” tandasnya.
Berdasarkan data SKK Migas, hingga Maret 2022 Indonesia memiliki 68 basin yang belum dibor, 19 basin dengan kandungan hidrokarbon yang belum berproduksi, dan 8 basin yang telah dibor tetapi belum produksi.