Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah tengah merancang strategi untuk menurunkan emisi karbon dari pemanfaatan batu bara sebagai sumber energi melalui proses gasifikasi. Proses gasifikasi akan mengubah batu bara menjadi dimethyl ether (DME) yang memiliki karakteristik hampir sama dengan LPG.
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mencatat, 6 juta ton batu bara dapat menghasilkan 1,4 juta DME untuk mengurangi impor LPG sebesar 1 juta ton per tahun, sehingga mengurangi defisit neraca perdagangan nasional.
Meski memiliki manfaat bagi lingkungan dan ekonomi nasional, Direktur INDEF Tauhid Ahmad, menyatakan pengembangan teknologi gasifikasi batu bara masih tidak feasible pada tingkat harga batu bara saat ini.
“Berdasarkan simulasi kajian INDEF, gasifikasi batu bara menjadi DME baru feasible pada threshold harga batu bara sebesar US$25/ton dan harga DME sekitar US$0,6/kg,” terang Tauhid dalam acara Diskusi Publik Indef: Keekonomian Gasifikasi Batu Bara. Kamis (07/04/2022).
Tauhid menjelaskan bahwa harga DME yang ditetapkan Kementerian ESDM masih di bawah harga keekonomian DME yang sebenarnya.
“Harga DME yang diterima konsumen dalam simulasi ini adalah US$0,6/kg, ditambah biaya logistic 5 persen, sehingga totalnya menjadi US$630/ton. Padahal, Kementerian ESDM menetapkan DME setara LPG, sehingga nilainya hanya US$615,7, ini di bawah harga keekonomiannya, sehingga tidak feasible,” urainya.
Baca Juga
Oleh karena itu, lanjut Tauhid, pemerintah perlu menyiapkan sejumlah strategi agar proyek gasifikasi batu bara menjadi DME menjadi feasible.
“Perlu aturan kebijakan DMO untuk gasifikasi ini, lalu pengaturan agar batas bawah harga DME di US$0,6/kg agar feasibility tercapai, dan terakhir perlu insentif fiscal sebesar US$130 juta/tahun,” pungkas Tauhid.