Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat: Pemerintah Belum Agresif Capai Net Zero Emissions

Kebijakan energi Indonesia masih bergantung pada bahan bakar fosil dan energi kotor.
Ilustrasi emisi karbon dari sebuah pabrik/ Bloomberg
Ilustrasi emisi karbon dari sebuah pabrik/ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Senior dan Tokoh Lingkungan Hidup Emil Salim menyayangkan langkah kebijakan Indonesia yang belum progresif dalam mencapai Net-Zero Emissions.

Dia mengatakan, pertama, keputusan Indonesia mencapai Net-Zero Emissions di 2060 atau lebih cepat sangat jauh dari mandat Perjanjian Paris yang meminta seluruh negara untuk mencapai Net-Zero Emissions di 2050.

Kedua, terbukti bahwa kebijakan energi Indonesia masih bergantung pada bahan bakar fosil dan energi kotor.

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara dalam Negeri menurut Emil memberikan preferensi dari pembangunan listrik PLTU berdasarkan batubara.

Dimana dalam keputusannya, Kementerian ESDM menetapkan harga jual batubara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebesar US$70 per metrik ton free on board (FOB) Vessel.

"Para eksportir batubara bisa ekspor dengan syarat menjual US$70 batubaranya untuk listrik, PLTU. Jadi kebijakan energi kita masih mendorong batubara," kata Emil dalam webinar Peluang Pendanaan dalam Implementasi Ekonomi Hijau pada Selasa (5/4/2022).

Kebijakan Kementerian Keuangan di 2018 juga turut menjadi sorotan lantaran memberikan insentif  lebih besar untuk energi kotor daripada energi bersih.

Dia menuturkan, tax holiday diberikan kepada investor yang menanamkan modalnya menggunakan sumber-sumber energi kotor tetapi tidak diberikan untuk energi bersih.

"Jika pemerintah belum mengambil prakarsa, bagaimana kita bisa mengharapkan masyarakat untuk bergerak maju?" ujarnya.

Ke depan, jika Indonesia tidak mempercepat perubahan kebijakan pembangunan, dari energi kotor seperti listrik berdasarkan batubara ke energi bersih seperti matahari, angin dan lainnya, serta tidak memberikan insentif anggaran pajak kepada ekonomi hijau, Emil mengatakan, akan sulit ekonomi hijau di Indonesia berkembang.

Dengan adanya webinar ini, Emil berharap dapat menggugah perhatian para pemangku kebijakan di pemerintahan.

"Please dorong ekonomi hijau demi kesejahteraan bangsa Indonesia untuk bertahan di dalam 2040-2050 keluar dari bencana ancaman kotornya udara kita," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper