Bisnis.com, JAKARTA - Kelangkaan Pertalite terpantau di sejumlah daerah di Indonesia yang ditunjukkan dengan antrean panjang kendaraan di SPBU-SPBU. Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) telah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax menjadi Rp12.500–Rp13.000 per liter dari sebelumnya Rp9.000–Rp9.400 per liter.
Akibatnya, dikabarkan permintaan BBM dengan nilai oktan di bawahnya yaitu Pertalite melonjak dan mengakibatkan kekurangan stok di sejumlah SPBU.
Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menyayangkan rencana pemerintah menaikkan harga Pertalite. Wacana itu sebelumnya disebutkan oleh Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Menurutnya, rencana tersebut mengakibatkan kelangkaan Pertalite yang terjadi di sejumlah daerah akhir-akhir ini.
“Rencana tersebut tidak tepat, karena dilakukan setelah pemerintah baru saja menaikkan harga Pertamax. Akibatnya, terjadi panic buying [Pertalite], sehingga terjadi kelangkaan,” ujar Fahmy, Senin (4/4/2022).
Fahmy menjelaskan bahwa kenaikkan harga BBM jenis Pertalite akan memicu inflasi. Pasalnya, konsumsi Pertalite mencapai 76 persen dari total konsumsi BBM nasional, sehingga kenaikan harga Pertalite dapat mengerek naik harga-harga kebutuhan pokok.
Baca Juga
“Karena inflasi [akibat naiknya harga Pertalite] bisa menyebabkan harga kebutuhan pokok seperti minyak goreng, daging, meroket naik,” sambung Fahmy.
Lebih lanjut, masyarakat miskin merupakan pihak yang paling dirugikan dengan kenaikan harga Pertalite.
“Rakyat miskin yang tidak pernah membeli BBM [Pertalite] karena tidak punya kendaraan akan terdampak, karena harga-harga [kebutuhan pokok] naik,” kata Fahmy.
Fahmy meminta agar pemerintah tidak menaikkan harga Pertalite untuk menjaga stabilitas ekonomi.
“Pertalite dalam waktu dekat ini jangan dinaikkan,” tandas Fahmy.