Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia menyatakan Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk melakukan transisi menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Sebagai negara tropis yang juga berada di garis khatulistiwa seharusnya ketersediaan sumber daya alam bukan menjadi penghambat Indonesia melakukan transisi energi. Namun, Bahlil menyebut ada masalah lain yang menyebabkan Indonesia hingga hari ini masih ketergantungan dengan sumberdaya fosil.
"Kita mempunyai cadangan PLTA, kita mempunyai matahari yang bagus, kita mempunyai angin, tapi memang investasinya lebih mahal," jelas Bahlil dalam MNC Invesment Forum 2022, Kamis (17/3/2022).
Menurut Bahlil biaya investasi yang besar membuat energi ramah lingkungan yang dihasilkan menjadi lebih mahal.
"Makanya dijual ke PLN nya lebih mahal, PLN mau murah tapi barang bagus, mana ada di republik ini harga murah barang bagus," sambung Bahlil.
Meski demikian Bahlil mengatakan pemerintah telah menargetkan setidaknya hingga 2025, 25 persen total listrik yang dipakai harus berasal dari EBT.
"Dengan demikian maka PLN tidak boleh main-main lagi, kalau PLN belum mampu menyesuaikan diri, kita akan membuka untuk investasi di dunia EBT tanpa melibatkan PLN," ujarnya.
Bahlil menegaskan sudah waktunya Indonesia harus memaksakan untuk penggunaan EBT digunakan oleh masyarakat. "Kita harus memaksakan agar energi baru terbarukan ini dipakai, karena kita kaya (SDA)," kata Bahlil.
Sementara itu, untuk saat ini EBT baru diwajibkan untuk produk-produk hilirisasi harus menggunakan EBT. Itu pun karena syarat untuk masuk ke pasar global.
"Itu kalau kita mau menguasai pasar global," ungkap Bahlil.