Bisnis.com, JAKARTA – Konflik Rusia dan Ukraina yang belum mencapai resolusi damai, menyebabkan harga minyak dunia mengalami kenaikan.
Hal ini turut menyebabkan harga acuan LPG turut meningkat. Per Maret 2022 ini, harga gas Aramco sudah menyentuh di level US$900 per metrik ton.
Padahal saat ini, 65 persen LPG yang digunakan di dalam negeri berasal dari impor sehingga dapat meningkatkan defisit neraca perdagangan nasional. Akibatnya, penggunaan dolar AS akan meningkat sehingga bisa menyebabkan mata uang rupiah terdepresiasi terhadap dolar AS.
Melihat hal tersebut, penggunaan kompor induksi dapat membantu pemerintah untuk mengurangi impor LPG dan mencegah defisit APBN. Demikian disampaikan Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan dalam keterangan tertulisnya, Rabu, (15/03/2022).
“Melalui penggunaan kompor induksi, dapat membantu pemerintah dalam menghemat anggaran di APBN kita. Selain itu, penggunaan kompor induksi merupakan upaya untuk membangun kemandiri energi,” terang Mamit
Mamit mencatat, impor LPG dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan seiring dengan konsumsi yang terus naik. Pada tahun 2024, impor LPG bisa mencapai Rp 67,8 triliun.
Baca Juga
“Dengan beralih ke kompor induksi, ketergantungan terhadap impor LPG bakal berkurang secara bertahap sehingga bakal mendorong kemandirian energi. Tak hanya itu, masalah defisit transaksi berjalan atau (current account deficit/CAD) akibat impor LPG secara perlahan juga dapat diselesaikan,” jelas Mamit
Sesuai dengan arahan Presiden Jokowi pada November 2021, lanjut Mamit, dijelaskan bahwa untuk mengubah energi berbasis impor ke energi berbasis domestic, pemanfaatan potensi energi dalam negeri harus diprioritaskan, termasuk salah satunya melalui konversi penggunaan kompor LPG ke kompor induksi.
“Selain untuk mengurangi angka impor, langkah konversi ini juga bakal menekan subsidi LPG dalam APBN yang terus membengkak. Pada tahun ini saja pemerintah menganggarkan Rp 61 triliun untuk subsidi LPG dengan asumsi ICP US $63 per barel," kata Mamit.
Per Februari 2022, ICP menyentuh dilevel US$ 5,72 per barel. Kenaikan ini akan berdampak terhadap beban subsidi LPG, dimana setiap kenaikan US$ 1 ICP maka beban subsidi LPG akan meningkat sebesar Rp1,47 triliun.
"Jadi bisa dibayangkan berapa beban penambahan untuk subsidi LPG 3 kg saat ini,” tambah Mamit
Mamit menambahkan, melalui konversi LPG ke kompor listrik, masyarakat mendapat berbagai manfaat. Selain itu, negara dapat berhemat karena melalui pengurangan subsidi LPG. Untuk mencapai hal tersebut diperluka pergeseran gaya hidup, kultur, kebijakan,serta industri pendukung.
“Masyarakat juga akan mendapatkan manfaat dari penggunaan kompor induksi ini. Konsumsi menggunakan kompor induksi, jika dibandingkan 1 kg LPG adalah sebesar 7,1 kWh. Artinya, dengan memakai kompor listrik masyarakat hanya perlu merogoh kocek Rp Rp 10.266, yang setara dengan 1 kg LPG Non subsidi dengan harga Rp. 15.500 per kg,” urai Mamit.
Dengan asumsi pemakaian 1 bulan sebanyak 9 kg, maka biaya yang dikeluarkan rumah tangga mencapai Rp 139.500. Sedangkan pemakaian 1 bulan kompor induksi setara dengan 64,7 kWh atau hanya Rp 93.556.
“Artinya, penggunaan energi LPG lebih mahal Rp 45.944 per bulan jika dibandingkan dengan penggunaan kompor induksi,” tandas Mamit.