Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarif CHT Naik, Konsumsi Rokok Murah Makin Tak Terbendung

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan banyaknya lapisan pada struktur tarif cukai justru memicu pabrikan untuk bertahan memproduksi rokok murah.
Pekerja memproduksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (23/12/2021). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Pekerja memproduksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (23/12/2021). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA - Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 12 persen pada tahun ini diharapkan dapat menjadi instrumen pengendalian konsumsi tembakau.

Plt. Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Pande Putu Oka menyampaikan bahwa kebijakan ini ditujukan demi mengendalikan konsumsi barang yang berdampak negatif dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Upaya tersebut sejalan dengan arah kebijakan Kementerian Keuangan dalam PMK No. 77/2020 terkait reformasi fiskal. Kebijakan cukai yang telah diambil diharapkan dapat mengurangi konsumsi rokok di masyarakat. Dia berharap kebijakan CHT juga dapat mengantisipasi perkembangan produk-produk baru yang beredar.

“Karena kalangan muda banyak beradaptasi dari perkembangan tren rokok dan ini yang perlu kita antisipasi bersama,” katanya dikutip melalui siaran pers, Rabu (9/3/2022).

Meski demikian, Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) Risky Kusuma Hartono menyoroti dinamika berkembangnya segmen rokok murah di pasaran. Kebijakan kenaikan cukai pada 2022 yang diharapkan dapat mengatrol harga rokok menurutnya tidak cukup.

Pasalnya, selisih tarif CHT antar golongannya masih lebar, akibatnya semakin banyak perusahaan yang menggunakan peluang tersebut dan tetap bertahan di golongan yang lebih rendah.

Hal ini memicu maraknya peredaran rokok murah sehingga masyarakat cenderung mudah beralih konsumsi ke rokok murah karena banyaknya pilihan.

Dia mengatakan, bertambah maraknya rokok murah berpeluang mengancam target pemerintah dalam menurunkan prevalensi perokok, khususnya perokok anak. Apalagi saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah prevalensi perokok terbesar di Asia Tenggara.

Risky berpendapat, pemerintah perlu mengkaji ulang struktur cukai saat ini dengan memperhatikan pertumbuhan rokok murah termasuk pentingnya mendekatkan selisih tarif cukai antar golonganya.

“Saat ini variasi harga rokok masih luas sehingga masih ada harga rokok yang lebih murah yang bisa diakses masyarakat," katanya.

Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno mengatakan banyaknya lapisan pada struktur tarif cukai justru memicu pabrikan untuk bertahan memproduksi rokok murah.

“Perusahaan kemudian memproduksi jenis rokok dengan menurunkan golongannya, itu juga jadi permasalahan selama ini. Perokok dapat berpindah atau beralih ke rokok yang lebih murah,” katanya.

Kebijakan tarif cukai rokok pada 2022, kata dia, harus diperkuat dengan kebijakan lainnya agar berdampak signifikan terhadap keberadaan rokok murah yang masih menjamur.

“Kalau bisa ketika ada kenaikan cukai, harganya tidak terlalu jauh dari satu dengan yang lain sehingga tidak ada industri yang memproduksi rokok murah,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper