Bisnis.com, JAKARTA – Perkembangan industri properti tahun ini diharapkan lebih cerah dan tumbuh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdasarkan data BKPM peringkat realisasi investasi tahun lalu, sektor properti atau perumahan menduduki peringkat pertama realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), yaitu sebanyak 3.257 proyek dengan nilai sebesar Rp85,49 triliun atau sebesar 19,1 persen dari total investasi PMDN Rp447 triliun.
Sementara itu, sektor properti atau perumahan menduduki peringkat ke-6 realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) 2021, yaitu sebanyak 1.323 proyek dengan nilai sebesar US$2,18 miliar.
Pada 2020, investasi di sektor perumahan, kawasan industri, dan perkantoran yang mencapai Rp76,4 triliun tersebut terdiri dari investasi PMA sebesar US$2,2 miliar dan PMDN sebesar Rp44,9 triliun.
Proyek investasi properti yang masuk sepanjang 2020 untuk PMDN mencapai 4.347 proyek. Lalu untuk PMA terdapat 2.209 proyek yang masuk pada 2020.
Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali mengatakan selain investasi yang besar, sektor properti juga menyerap jutaan tenaga kerja langsung di tengah tekanan akibat pandemi Covid-19.
Baca Juga
Sektor properti mempunyai multiplier effect, dimana 174 sektor industri ikutan properti, semen, batu, semen, besi, alluminium, genteng, kabel, lampu, cat, hingga TV, AC, kulkas, furnitur, juga menyerap jutaan tenaga kerja lagi.
Dia meyakini prospek industri properti tahun ini lebih cerah dan tumbuh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.
"Hanya saja kinerja industri properti yang baik dan lebih cerah di tahun 2022 ini mengalami hambatan," ujarnya kepada Bisnis, Senin (7/3/2022).
Dia menuturkan untuk saat ini masalah Perijinan Bangunan Gedung (PBG) sebagai pengganti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sejak 2 Agustus 2021 sampai sekarang di hampir semua kabupaten/kotamadya belum berjalan atau masih belum ada peraturan daerahnya.
Alhasil, kondisi ini sangat mengganggu dan menghambat pembangunan rumah MBR, milenial, dan rumah real estate komersial, baik perumahan baru maupun perumahan lama yang belum terbit PBG sebagai pengganti IMB.
"Bila PBG [pengganti IMB] tertunda 6 bulan, atau separuh program sejuta rumah pemerintah, maka terjadi idle investasi lebih dari Rp60 triliun hingga Rp80 triliun," katanya.
Dengan terbitnya Surat Edaran Bersama 4 Menteri yakni Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR dan Kementerian Investasi/BKPM tertanggal 25 Februari 2022, maka percepatan terbitnya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) oleh pemkot/pemkab menggunakan Perda Retribusi IMB sangat diperlukan sekali.
"Untuk mengejar ketertinggalan waktu terbuang 6-7 bulan, juga untuk menghindari idle investasi di sektor properti yang terbukti peringkat 1 realisasi investasi 2021, yang juga akan berdampak pada perekonomian nasional dan terganggunya penyerapan jutaan tenaga kerja baik langsung maupun jutaan tenaga kerja yang terserap dalam industri ikutan/multiplier effect-nya," ucapnya.
Daniel menuturkan perijinan lainnya seperti khususnya bidang properti juga mengalami stagnasi dan hambatan dimana banyak kabupaten dan kotamadya, belum bisa menerbitkan perijinan baru.
"Sebetulnya OSS ini tujuannya sangat bagus, mulia dan efisien, karena menghemat waktu dan biaya, bagi investasi guna pertumbuhan roda perekonomian maupun menyerap jutaan tenaga kerja, yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan negara saat ini.
Selain itu, ia mengeluhkan tidak ada penyesuaian harga jual rumah subsidi bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) pada 2020-2021. Padahal, harga bahan-bahan material seperti besi beton dan lain-lain mengalami kenaikan.
"Perlu ada skema khusus dengan harga dan suku bunga khusus bagi milenial," katanya.