Bisnis.com, JAKARTA - Penguatan harga komoditas Liquefield Petroleum Gas (LPG) dinilai menjadi momentum bagi pemerintah untuk menerbitkan regulasi terkait dengan penggunaan kompor listrik.
Meroketnya harga gas dunia diakibatkan dampak perang Rusia-Ukraina sejak pekan kemarin. Kondisi ini memberi efek negatif bagi perekonomian nasional. Pasalnya, Indonesia merupakan negara net importir LPG.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo menilai pemerintah dapat melakukan evaluasi dan menerbitkan kebijakan menanggapi kondisi melonjaknya harga gas LPG. Namun, dia berharap pendekatan yang dilakukan adalah perhitungan ekonomi.
"Evaluasinya jangan menggunakan perhitungan politis. Kita ketahui bahwa harga migas ada kecenderungan naik dalam beberapa waktu, di situ [mitigasinya] sebenarnya bisa dihitung," kata Agus dalam keterangannya, Selasa (1/3/2022).
Harga acuan LPG yaitu CP Aramco tercatat mengalami kenaikan hingga mencapai US$775 per metrik ton pada Februari 2022. Harga ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga rata-rata sepanjang 2021 yaitu US$637 per metrik ton.
Jika kondisi ini dibiarkan, maka besaran subsidi dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) terus melonjak, begitu pula defisit neraca perdagangan bakal kian melebar. Agus menyebut dibutuhkan solusi jangka panjang untuk menyelesaikan masalah ini, salah satunya melalui konversi LPG ke kompor listrik.
Berdasarkan data BPS, nilai impor migas sepanjang 2021 sebesar US$25,52 miliar atau naik dibandingkan dengan impor migas tahun sebelumnya sebesar US$14,25 miliar. Dampaknya, defisit neraca perdagangan migas pada 2021 melebar hingga US$13,25 miliar.
Menurutnya, untuk mengurangi dampak fiskal, pemerintah dapat memilih kebijakan konversi kompor listrik. Dengan begitu, beban fiskal akibat impor LPG dapat ditekan.
Akan tetapi pemerintah perlu memperjelas aturan terkait konversi kompor listrik. Pasalnya, apabila konversi hanya dilakukan dengan kerelaan maka diprediksi program tersebut sulit diimplementasikan.
"Bahasanya, mengalihkan atau konversi harus dengan paksaan atau melalui peraturan. Kalau sukarela, kapan selesainya?" katanya.
Misalnya saat konversi minyak tanah ke kompor gas, diperlukan beleid setingkat Peraturan Presiden. Saat itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No 104/2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefield Petroleum Gas (LPG) Tabung Tiga Kilogram.
Beleid setingkat Peraturan Presiden kata dia akan mempermudah implementasi dan koordinasi. Mengingat, pelaksana aturan konversi tidak hanya satu sektor saja.
Senada, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan kenaikan harga LPG menjadi momentum untuk mendorong penggunaan kompor listrik di masyarakat.
"Saya kira peluang terjadinya migrasi di pengguna LPG nonsubsidi ke kompor listrik dengan adanya penyesuaian harga LPG sangat memungkinkan. Hal ini juga akan membantu PLN dalam mendorong terjadinya peningkatan konsumsi listrik rumah tangga," katanya.