Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah mewajibkan kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam bertransaksi jual beli properti mulai 1 Maret 2022.
Namun, sebenarnya kepesertaan BPJS Kesehatan layak dijadikan salah satu dokumen yang dipersyaratkan ketika seorang calon pembeli hendak mengurus kredit pemilikan properti, bukan kepada transaksi jual belinya
Dua pengamat bisnis properti, Ali Tranghanda dan Panangian Simanungkalit, menyatakan bahwa kebijakan itu dapat diterima meski sebenarnya “unik” dan “tidak relevan”.
“Kebijakan itu bisa disebut unik. Namun, kalau diharuskan untuk mendorong BPJS, sah saja,” kata pengamat bisnis properti Panangian Simanungkalit.
Menurut pemilik Panangian School of Property itu, kebijakan tersebut lebih menyentuh hal teknis, sedangkan bisnis properti cenderung tergantung pada makroekonomi yaitu keseimbangan pasokan dan permintaan.
Dalam hal pengurusan balik nama properti pun, lanjut Panangian, dari sisi developer yang mengurus adalah karyawannya, bukan pemilik perusahaan pengembang secara langsung.
Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Jepara, Jawa Tengah
Secara terpisah, Chief Executive Officer Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengemukakan hal senada. Dia setuju dengan pelaksanaan BPJS Kesehatan, tetapi menilai pengaitan kepesertaannya dengan bisnis properti kurang relevan.
“Ini dua hal yang berbeda. Saya setuju dengan BPJS, tetapi kalau dihubungkan dengan jual beli properti, itu nggak nyambung, terkesan dipaksakan, dan menimbulkan pertanyaan, ada apa sebenarnya,” paparnya.
Ali melihat sebenarnya kepesertaan BPJS Kesehatan layak dijadikan salah satu dokumen yang dipersyaratkan ketika seorang calon pembeli hendak mengurus kredit pemilikan properti.
“Seharusnya caranya bisa lebih smooth, bisa dimasukkan ke persyaratan akad kredit bank karena di proses itu ada unsur asuransi jiwa atau kebakaran, jadi gabung saja dengan BPJS,” kata Ali.
Mengenai pengaruh kebijakan itu ke bisnis properti, senada dengan panangian, Ali juga pun menyatakan hampir tidak ada.
Dasar hukum persyaratan kepersertaan BPJS Kesehatan dalam praktik jual beli tanah dan rumah adalah Instruksi Presiden No. 1/2022 yang terbit dan berlaku pada 6 Januari mengatur mengenai optimalisasi pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Selain Inpres, dasar hukum yang digunakan adalah Surat Edaran Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Nomor HR.02/153-400/II/2022.
Jual beli tanah atau properti bukan satu-satunya yang dikaitkan dengan kepesertaan BPJS. Sejumlah hal lain yang juga memerlukan kartu BPJS sebagai persyaratan adalah mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Semua warga masyarakat yang ingin melakukan ibadah haji dan umrah juga harus terdaftar sebagai peserta aktif BPJS Kesehatan. Begitu pula bagi mereka yang hendak mengajukan izin usaha atau Kredit Usaha Rakyat (KUR).