Bisnis.com, JAKARTA - Meski memerlukan investasi yang tidak sedikit dalam penerapannya, regulasi industri hijau diupayakan tak memberatkan dunia usaha sehingga mempengaruhi daya saing.
Analis Kebijakan di Pusat Industri Hijau Kementerian Andriati Cahyaningsih mengatakan regulasi yang didorong pemerintah dalam penerapan industri hijau, diharapkan justru ikut mendukung pertumbuhan industri.
"Penerapan industri hijau ini sebaiknya tidak dipandang sebagai beban, karena tuntutan market juga terutama ketika berbicara market global. Apa pun kebutuhanya [terkait regulasi] kami buat tentunya tidak memberatkan industri," kata Andriati pada webinar "Bisnis Indonesia Green Economy Outlook 2022", Rabu (23/2/2022).
Menurutnya, penerapan prinsip-prinsip industri hijau bisa dimulai dari hal yang sederhana seperti efisiensi bahan baku dan minimalisasi kerugian dalam proses produksi. Namun, untuk dapat mencapai level yang lebih tinggi, perusahaan industri harus memenuhi kriteria dalam Standar Industri Hijau (SIH).
Sejauh ini sudah ada 31 standar hijau yang mengatur komoditas dengan jumlah tersebut. Keterbatasan jumlah standar industri hijau menjadi salah satu kendala, dimana tahun ini Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) menargetkan penyusunan empat tambahan SIH.
Sementara itu, insentif fiskal masih terus digodok di lingkungan kementerian dan lembaga. Pembahasan mengenai insentif fiskal industri hijau memasuki tahun ketiga pada 2022.
Baca Juga
Namun, untuk insentif non fiskal, Andriati mengaku sudah menggelontorkan sejumlah program, seperti fasilitasi pendampingan, bimbingan teknis juga bantuan peralatan dan fasilitas non fiskal lainnya.
Ke depan, produk-produk dari perusahaan tersertifikasi hijau akan diprioritaskan untuk masuk e-katalog Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
"Di dalam e-katalog nantinya, produk-produk dari industri hijau bisa difasilitasi untuk masuk dan didorong dalam TKDN-nya [tingkat komponen dalam negeri]," ujar Andriati.