Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Presiden Instruksikan Revisi Aturan JHT, Menaker Jangan Buru-Buru!

Sejumlah kalangan meminta Menteri Ketenagakerjaan tidak terburu-buru merevisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022, meski sudah ada instruksi dari Presiden Joko Widodo.
Tangkapan layar petisi online yang menolak Permenaker No 2 Tahun 2022 yang mengatur Jaminan Hari Tua (JHT) hanya bisa dicairkan setelah usia 56 tahun/Change.org
Tangkapan layar petisi online yang menolak Permenaker No 2 Tahun 2022 yang mengatur Jaminan Hari Tua (JHT) hanya bisa dicairkan setelah usia 56 tahun/Change.org

Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah meminta Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah untuk tidak buru-buru merevisi aturan terkait Jaminan Hari Tua (JHT).

Sebelumnya, Piter melihat pemerintah melakukan kesalahan dalam pembentukan peraturan baru tersebut karena terkesan buru-buru, tidak dengan perencanaan dan analisis yang mendalam. Informasi yang disampaikan pun terasa tumpang tindih dan tidak selaras.

Maka dari itu, Dosen Perbanas Institute itu meminta agar revisi ini dilakukan dengan seksama dan penuh perencanaan.

“Kalau ingin diubah, tolong perubahan dilakukan dengan seksama dengan tidak buru-buru,” kata Piter, Selasa (22/2/2022).

Sebelum melakukan perubahan tersebut pun Piter menyarankan pemerintah melakukan komunikasi kepada para pekerja untuk membangun komunikasi yang baik sehingga pekerja merasa dilibatkan.

“Sampaikan kepada pekerja, ‘kami akan melakukan perubahan tapi perubahannya akan kami lakukan dengan seksama dan hati-hati, dengan mengajak lebih banyak pihak untuk berbicara’. Begitu caranya, jangan mentang-mentang yang minta Pak Jokowi langsung diubah, nanti masalah lagi,” jelasnya.

Sementara itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar meminta Menaker untuk mengaitkan revisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 ini pada pasal 35 dan 37 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Menurutnya, merevisi aturan tidak dapat instan karena harus melibatkan berbagai pihak dan menyesuaikan dengan aturan atasnya yakni undang-undang. 

“Saran saya, kalau mau cepet, gunakan Perpu [Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang], kalau mau revisi lewat Mahkamah Konstitusi, lama. Paling mudah Perpu dengan segala konsekuensinya,” jelas Timboel. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper