Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan pemerintah yang menetapkan harga eceran tertinggi (HET) dan memberikan subsidi minyak goreng dinilai kurang efektif dalam menekan kenaikan harga komoditas pangan tersebut.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan bahwa implementasi kebijakan pemerintah tersebut kurang efektif dikarenakan adanya kebingungan, khususnya pada pedagang eceran.
Pasalnya, sebelum kebijakan ditetapkan, para pedagang eceran telah mendapatkan stok minyak goreng yang cukup banyak dari distributor dengan harga yang tinggi.
Jika saat ini minyak goreng dijual dengan HET yang ditetapkan pemerintah, maka para pedagang akan menanggung kerugian yang cukup besar.
“Kelangkaan terjadi di banyak tempat karena [para pedagang] masih menghabiskan dulu yang harga jualnya tinggi, sementara pada saat yang sama para pedagang eceran tidak berani menampilkan di etalase. Jadi ada kebingungan soal penerapan HET, kalau di dijual dengan harga yang tinggi para pedagang takut kena sanksi,” katanya kepada Bisnis, Senn (21/2/2022).
Sementara itu, lanjut Bhima, jika pedagang menjual sesuai dengan HET dengan stok lama, maka selisih harga HET terlalu jauh dengan harga stok lama sebelum adanya kebijakan satu harga minyak goreng subsidi.
Baca Juga
Pada kesempatan berbeda, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menyampaikan bahwa, masih tingginya harga minyak goreng meski pemerintah telah memberikan subsidi, menunjukkan adanya permasalahan.
Menurutnya, kondisi ini disebabkan oleh dua faktor. Pertama, terjadi panic buying di masyarakat terhadap produk minyak goreng.
“Masih tingginya harga juga menunjukkan pasokan minyak goreng di daerah masih bermasalah,” katanya.
Faktor kedua, yaitu adanya permasalahan di aliran distribusi barang, ada potensi terjadinya penumpukan barang baik di hilir ataupun di hulu.
“Hal ini diperkuat dengan temuan menumpuknya produk minyak goreng siap edar di salah satu produsen minyak goreng belum lama ini,” jelasnya.
Untuk mengatasi dan mencegah permasalahan tersebut terjadi di kemudian hari, Yusuf mengatakan, pemerintah perlu lebih meningkatkan pengawasan di alur distribusi.
“Karena jika disubsidi namun alur distribusinya terganggu karena ada potensi penimbunan baik oleh produsen maupun di penjual atau ritel,” tuturnya.