Bisnis.com, JAKARTA - Singapura akan menerbitkan surat utang negara atau obligasi hijau perdana senilai 35 miliar dolar Singapura atau setara US$26 miliar, yang difokus pada pendanaan berbasis lingkungan hingga 2030.
Dilansir Bloomberg pada Jumat (18/2/2022), angka itu lebih besar dari rencana obligasi hijau sebelumnya senilai US$19 miliar. Juru bicara Kementerian Keuangan Singapura menyebutkan hal itu agar bisa mendanai lebih banyak proyek.
Lembaga negara termasuk Badan Lingkungan Hidup Nasional Singapura juga akan menerbitkan utang berdasarkan rencana tersebut. Rincian seperti mata uang utang baru akan diumumkan mendekati tanggal penerbitan, kata juru bicara itu. Dibandingkan dengan negara lainnya, Singapura sedikit tertingga untuk penerbitan surat utang berkelanjutan.
Sebelumnya, Hong Kong telah menjadi yang pertama kali melakukan debut setelah mengalami defisit anggaran akibat terpukul oleh pandemi. Selain itu, dan pulau-pulau dataran rendahnya berisiko terkena perubahan iklim. Bloomberg mencatat, penjualan obligasi hijau global mencapai US$513 miliar pada tahun lalu.
Climate Bonds Initiative (CBI) yang berbasis di London memperkirakan surat utang hijau ini diperkirakan akan terjual hingga US$900 miliar dan US$1 triliun hingga akhir 2022 lalu meningkat hingga US$5 triliun pada 2025.
Dalam wawancara pada awal Februari, Chief Executive Office CBI Sean Kidney mengungkapkan bahwa investor masih harus menambahkan suntikan dananya untuk mewujudkan net zero atau bebas emisi.
"Di pasar obligasi hijau, kami perlu mendapatkan US$5 triliun per tahun untuk memberikan kontribusi yang masuk akal,” kata Kidney dalam wawancara Zoom Selasa lalu.
Sebelumnya, McKinsey & Co., memperkirakan dibutuhkan investasi mencapai US$9,2 triliun per tahun hingga 2050 untuk mencapai nol bersih.