Bisnis.com, JAKARTA - Menurunnya angka kemiskinan berdasarkan laporan terakhir BPS semakin membuka harapan terhadap prospek pemulihan ekonomi. Setelah melonjak hingga dobel digit pada 2020 akibat pandemi, tingkat kemiskinan kembali dapat ditekan ke level 9,71% pada September 2021. Perkembangan ini sejalan dengan tren pertumbuhan ekonomi yang sejak tahun lalu kembali positif.
Meskipun belum menyamai situasi pra-pandemi (9,22 persen pada September 2019), penurunan angka kemiskinan setidaknya menjadi salah satu indikasi bahwa perekonomian nasional berangsur membaik.
Paling tidak ada tiga faktor yang mendorong penurunan tingkat kemiskinan pada 2021. Pertama, tingkat mobilitas orang dan barang yang lebih lancar dibandingkan dengan tahun awal pandemi.
Kedua, harga barang-barang yang relatif terkendali, khususnya untuk golongan bahan pangan. Harga bahan pangan berperan sangat besar dalam struktur pengeluaran masyarakat miskin.
Ketiga, maraknya berbagai program bantuan sosial pemerintah yang diberikan kepada masyarakat miskin selama pandemi yang bersumber dari Dana Pemulihan Ekonomi Nasional, terlepas dari masih adanya kekurangan dalam pengelolaan dan pendistribusiannya.
Namun untuk menilai perbaikan kesejahteraan masyarakat tak cukup hanya berpatokan pada tingkat kemiskinan secara agregat. Faktanya, masih tersimpan sejumlah permasalahan serius. Pertama, penurunan kemiskinan di daerah perkotaan relatif lambat. Selama September 2020 hingga September 2021, tingkat kemiskinan di perkotaan hanya turun 0,32 persen.
Baca Juga
Di sisi lain, kemiskinan di perdesaan sudah berkurang hingga 0,67 persen. Dibanding dengan kondisi 2019 (pra pandemi), tingkat kemiskinan desa sedikit lebih baik. Hal ini mengindikasikan bahwa pemulihan pendapatan yang didorong oleh sektor-sektor ekonomi di perkotaan (seperti industri manufaktur, perdagangan dan jasa) masih terbatas dibandingkan dengan sektor pertanian di pedesaan yang ternyata lebih resilient.
Kedua, meskipun tingkat kemiskinan di perdesaan sudah turun signifikan, indeks keparahannya ternyata meningkat. Artinya, terjadi pelebaran kesenjangan antar penduduk di bawah garis kemiskinan. Dari 0,57 pada September 2020, indeks keparahan kemiskinan perdesaan naik menjadi 0,59 persen pada September 2021.
Pertanda masih ada segmen kemiskinan, terutama kemiskinan ekstrem, yang belum dapat ditekan, baik melalui program-program bantuan sosial pemerintah maupun melalui penciptaan lapangan kerja di pedesaan.
Ketiga, jika dibandingkan dengan antar wilayah, tingkat kemiskinan di sejumlah daerah di luar Jawa masih meningkat. Yang paling mengkhawatirkan adalah kemiskinan di Provinsi Papua yang meningkat dari 26,86 persen (Maret 2021) menjadi 27,38 persen (September 2021) atau tertinggi di Indonesia dan jauh di atas rata-rata nasional.
Padahal, pertumbuhan ekonomi provinsi di ujung timur Indonesia ini selama tiga kuartal pertama 2021 justru sangat tinggi dengan rata-rata 14 persen, sangat jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional.
Mencermati kondisi di Papua ini, efektivitas dari program-program dengan pembiayaan APBN yang diguyurkan untuk provinsi ini layak dipertanyakan. Benarkah program-program tersebut sampai kepada kelompok yang ditargetkan? Atau program-program tersebut bukan yang dibutuhkan oleh masyarakat miskin Papua?
Keempat, meskipun jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan sudah berkurang, yang berada di sekitar garis kemiskinan masih sangat banyak. Sebelum pandemi, jumlah penduduk dalam kategori hampir miskin dan rentan miskin mencapai 67 juta jiwa, hampir tiga kali lipat populasi di bawah garis kemiskinan. Ini perlu diwaspadai.
Pasalnya, masyarakat pada lapisan ini masih belum berdaya dan sangat rentan untuk jatuh ke bawah garis kemiskinan jika terjadi perubahan-perubahan yang berdampak pada biaya hidup dan pendapatan mereka.
Melihat masih kompleksnya permasalahan kemiskinan, upaya ekstra dalam penanganan kemiskinan mutlak harus dilakukan. Berbagai kelemahan dalam implementasi program bantuan sosial perlu terus diperbaiki agar benar-benar efektif dan tepat sasaran.
Hal yang lebih mendasar dalam pengentasan kemiskinan adalah menggalakkan program-program pemberdayaan masyarakat miskin dan rentan miskin untuk mengurangi ketergantungan mereka terhadap bantuan orang lain/pemerintah.
Program-program pemberdayaan ini tentunya sangat beragam, mulai dari penciptaan lapangan kerja, pendidikan dan pelatihan, peningkatan akses terhadap permodalan, akses terhadap pasar, akses terhadap pelayanan kesehatan, listrik, air bersih, dan sebagainya.
Untuk masyarakat sangat miskin yang banyak bermukim di daerah-daerah terpencil, kemudahan dan kelancaran mobilitas orang dan barang menjadi sangat krusial. Ini tidak hanya dapat dicapai dengan membangun jalan dan pelabuhan, tetapi juga menyediakan sarana transportasi dan logistik yang terjangkau. Subsidi terkait dengan pengiriman barang atau bahan bakar transportasi, contohnya, perlu dipertimbangkan.
Terakhir, stabilisasi harga bahan pangan harus terus menjadi agenda utama mengingat kontribusinya yang besar dalam struktur pengeluaran masyarakat miskin. Namun, upaya ini jangan sampai mengorbankan pendapatan petani sebagai produsen.
Nilai tukar yang kompetitif di tingkat petani akan menjadi insentif bagi mereka untuk terus berproduksi. Alhasil, ketahanan pangan yang merupakan bagian utama dalam pengentasan kemiskinan dapat terwujud.