Bisnis.com, JAKARTA - Peneliti dari Alpha Research Database Indonesia Ferdy Hasiman menilai pelarangan sementara kegiatan usaha pertambangan bagi 1.036 perusahaan tidak berpengaruh signifikan pada produksi mineral dan batu bara maupun penerimaan negara.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melarang sementara kegiatan usaha pertambangan bagi 1.036 perusahaan tambang. Larangan ini dilakukan akibat belum menyerahkan dokumen RKAB 2022. Kebijakan ini mulai berlaku sejak 7 Februari 2022.
Seribuan perusahaan tersebut menjalankan aktivitas pada pertambangan batu bara, emas, timah, bauksit, andesit, kromit, nikel, mangan, pasir besi hingga tambang pasir dan batu.
Dia menilai perusahaan tersebut didominasi oleh perusahaan skala kecil, sehingga dampak terhadap penerimaan negara tidak signifikan. “Produksi minerba tidak berdampak signifikan karena penyumbang produksi minerba adalah produsen besar,” katanya, Jumat (11/2/2022).
Selain itu, Ferdy menilai perusahaan besar tidak akan melewatkan penyerahan dokumen RKAB 2022. Pasalnya, perusahaan tahun ini akan memaksimalkan produksi di tengah kenaikan harga komoditas di pasar global.
"Perusahaan besar sudah pasti telah menyerahkan RKAB. Tidak mungkin tidak disusun RKAB di tengah harga komoditas yang sedang bagus."
Senada, Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia menilai sekitar 81 perusahaan tambang batu bara yang masuk daftar tersebut tidak akan berdampak besar pada produksi batu bara 2022.
“Mungkin efeknya terhadap produksi tidak terlalu signifikan,” terangnya.
Di samping itu, dia menilai pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi terhadap permohonan RKAB. “Kalau kewajiban penyampaian RKAB di asosiasi kami bukanlah menjadi sebuah isu. Itu adalah suatu kewajiban bagi seluruh pemegang ijin/kontrak,” katanya