Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Larangan Sementara 1.036 Usaha Pertambangan, Ini Respons APBI

APBI memberikan tanggaapan terkait dengan larangan sementara 1.036 usaha pertambangan akibat belum menyerahkan dokumen RKAB tahun ini.
Petugas mengawasi proses penimbunan batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Petugas mengawasi proses penimbunan batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menyebutkan penyerahan dokumen rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) kepada pemerintah tidak menjadi masalah besar. Pasalnya kebijakan ini adalah kewajiban yang mesti dilakukan perusahaan.

Sedikitnya 1.036 perusahaan tambang dihentikan sementara akibat belum menyerahkan dokumen RKAB tahun ini. Penghentian tersebut diteken Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin pada 7 Februari melalui surat dengan nomor B-571/MB.05/DJB/B/2022.

Dari jumlah tersebut, sekitar 81 perusahaan merupakan izin usaha pertambangan batu bara. Selebihnya adalah emas, timah, bauksit, andesit, kromit, nikel, mangan, pasir besi hingga tambang pasir dan batu.

Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi terhadap permohonan RKAB. Selain itu, Kementerian ESDM telah memiliki aturan sanksi bagi perusahaan tambang nakal.

“Kalau kewajiban penyampaian RKAB di asosiasi kami bukanlah menjadi sebuah isu. Itu adalah suatu kewajiban bagi seluruh pemegang izin/kontrak,” katanya, Jumat (11/2/2022).

Lebih lanjut, kadang kala sejumlah anggota asosiasi malah lebih mengkhawatirkan persetujuan RKAB yang diterbitkan agak lama, “Mungkin saja karena sejak tahun lalu kewenangan persetujuan atas permohonan RKAB di Kementerian ESDM sehingga permohonan menumpuk cukup banyak.”

Meski demikian, Hendra memperkirakan seluruh anggota APBI telah mendapat persetujuan RKAB dari pemerintah. Di sisi lain, dia menyebutkan bahwa larangan sementara kegiatan usaha pertambangan tersebut tidak terlalu signifikan berdampak pada produksi batu bara.

“Mungkin efeknya terhadap produksi tidak terlalu signifikan,” terangnya.

Adapun, sebelum menerbitkan kebijakan larangan sementara ini, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Ridwan Djamaluddin setidaknya dua kali telah menyurati perusahaan untuk menyerahkan dokumen RKAB 2022.

Keduanya adalah dokumen bernomor B-1435/MB.05/DJB.B/2021 pada 20 Desember 2021 perihal Peringatan Atas Keterlambatan Penyampaian RKAB dan nomor T-5/MB.04/DBM.OP/2022 tertanggal 4 Januari 2022 perihal Surat Teguran Terkait Penyampaian RKAB 2022.

Bisnis telah mengirimkan pesan singkat kepada Ridwan Djamaluddin untuk meminta konfirmasi atas surat tersebut. Namun demikian, hingga berita ini diturunkan belum ada jawaban dari yang bersangkutan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rayful Mudassir
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper