Bisnis.com, JAKARTA – Rencana penghentian operasional pembangkit listrik tenaga uap berbasis batu bara hingga 2030 membutuhkan biaya investasi besar. Pemerintah mencatat setidaknya diperlukan dukungan investasi senilai kurang lebih Rp120 triliun.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sampai dengan 2060 atau lebih cepat dengan mengacu pada peta jalan yang telah ditetapkan.
Selain dengan pengembangan energi baru dan terbarukan, penghentian PLTU menjadi salah satu upaya pemerintah dalam menekan kenaikan suhu sebesar 1,5 derajat celcius. Luhut memaparkan, pemerintah berencana untuk menghentikan operasional dari PLTU yang berbasis batu bara dengan kapasitas sebesar 5,5 gigawatt (GW) hingga 2030.
"Penutupan PLTU tentunya memerlukan investasi, 5,5 GW w ditutup sebelum 2030 dengan dukungan investasi yang dibutuhkan US$8,58 miliar," ujarnya dalam acara Mandiri Investment Forum 2022, Rabu (9/2/2022).
Luhut mengatakan pemerintah telah menerbitkan regulasi untuk mendukung rencana penghentian operasi dari PLTU itu lebih cepat salah satunya melalui Peraturan Presiden No 98/2021 tentang Penyelenggaran Nilai Ekonomi Karbon untuk pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional dan pengendalian emisi gas rumah kaca dalam pembangunan nasional.
Di samping itu, pemerintah juga akan mulai mengimplementasikan aturan pemberian pajak karbon pada April 2022 untuk PLTU yang masih beroperasi.
"Investor akan mendapatkan arus kas dari pasar karbon selama periode setelah akuisisi dilakukan. Diskusi dengan investor sudah melihat ada komtimen untuk mendukung dari penutupan PLTU untuk mengurangi emisi rumah kaca," ungkapnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan proses pensiun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) tidak akan merugikan seluruh pihak. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan PLTU akan secara bertahap diistirahatkan atau memasuki masa pensiun.
Dia menyebut bahwa tidak ada kerugian yang akan ditimbulkan dari sisi finansial dalam proses tersebut. Pasalnya, proses pensiun PLTU tersebut dilakukan dengan mengikuti kontrak.
Namun di sisi lain, dia mengakui adanya upaya untuk mempercepat proses pensiun PLTU lebih dini untuk mempercepat penurunan gas rumah kaca. “Di samping itu harus dipastikan investasi yang digunakan untuk pengembangan PLTU tidak ada kerugian dari sisi investor,” ujar Rida.