Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Awas! Pupuk Palsu Merajalela, Akibat Harga Pupuk Non Subsisi Naik?

APTRI melaporkan adanya penjualan pupuk palsu di sejumlah daerah usai harga pupuk non subsidi naik sejak akhir 2021.
Buruh memanen tebu untuk dikirim ke pabrik gula di Ngawi, Jawa Timur, Selasa (8/8)./ANTARA-Ari Bowo Sucipto
Buruh memanen tebu untuk dikirim ke pabrik gula di Ngawi, Jawa Timur, Selasa (8/8)./ANTARA-Ari Bowo Sucipto

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) Soemitro Samadikoen melaporkan maraknya penjualan pupuk palsu di sejumlah daerah selama kenaikan harga pupuk non subsidi sejak akhir 2021.

Soemitro mengatakan salah satu anggotanya di Kabupaten Lumajang membeli pupuk palsu itu sebanyak 50 ton dengan harga Rp4.800 yang belakangan dibagikan kepada anggota APTRI lainnya.

Adapun kemasan pupuk palsu itu menggunakan logo dari PT Petrokimia Gresik (PG). Soemitro mengatakan kerugian yang timbul dari pembelian pupuk palsu itu mencapai Rp240 juta diikuti dengan kerusakan tanaman tebu yang sempat disirami pupuk bodong tersebut.

“Yang baru lapor itu baru Lumajang, yang tidak lapor saya tidak berani ngomong, tetapi yang sudah sampaikan sepintas ada dari Malang, tapi dugaan saya di tempat lain pasti ada dan tidak mungkin sasarannya hanya Lumajang saja,” kata Soemitro melalui sambungan telepon, Minggu (6/2/2022).

Selain itu, kata Soemitro, maraknya peredaran pupuk palsu itu seiring dengan langkanya pupuk subsidi dan non subsidi di tengah masyarakat.

Dia menambahkan harga pupuk palsu itu dipatok dengan harga lebih murah Rp1.000 dari harga pasar yang berlaku saat ini. Misalkan, dia mencontohkan, harga pupuk palsu untuk kategori ZA non subsidi dibanderol Rp4.800 per kilogram saat harga di pasar menyentuh di angka Rp6.000 per kilogram.

Adapun, APTRI melaporkan harga pupuk non subsidi untuk petani tebu sudah mengalami kenaikan mencapai 200 persen jika dibandingkan dengan posisi tahun lalu. Konsekuensinya, biaya produksi gula di tingkat petani mengalami lonjakan yang signifikan pada awal tahun ini.

Biasanya, luas kebun satu hektar membutuhkan satu ton pupuk bersubsidi dengan nilai mencapai Rp2,5 juta. Hanja saja, saat ini petani mesti mengeluarkan biaya hingga Rp8 juta untuk mengadakan pupuk non subsidi dengan jangkauan luas satu hektar.

“Naiknya itu rata-rata 200 persen per satu hektar sehingga biaya produksi pupuk itu naik kalau dulu Rp45 juta hingga Rp50 juta sekarang pasti Rp50 juta lebih, hasilnya sama, yang harus dinaikkan adalah harga gula kalau tidak petani jadi tekor,” kata Soemitro.

Berdasarkan data World Bank-Commodity Market Review per 4 Januari 2022, Pupuk Urea dan diamonium fosfat (DAP) mengalami kenaikan yang signifikan.

Sepanjang Januari hingga Desember 2021 misalnya, harga diamonium fosfat (DAP) di pasar internasional mengalami kenaikan sebesar 76,95 persen. Saat awal tahun lalu, harga pupuk itu mencapai US$421 per ton, pencatat itu berakhir di posisi US$745 per ton pada Desember 2021.

Di sisi lain, Pupuk Urea mengalami peningkatan harga mencapai 235,85 persen sepanjang tahun lalu. Pupuk Urea sempat berada di harga US$265 per ton belakangan naik menjadi US$890 per ton pada Desember 2021.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper