Bisnis.com, JAKARTA — Penerapan harga gas bumi tertentu (HGBT) US$6 per MMBTU diusulkan tidak lagi berdasarkan sektor, tetapi menyeluruh pada perusahaan industri di kawasan industri.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan industri untuk berlokasi di kawasan industri.
Hal ini menuntut peran dan tanggung jawab dari para pengelola kawasan industri untuk menjaga iklim investasi yang kondusif antara lain melalui pemberian fasilitasi perizinan, hubungan industrial, penyediaan utilitas, infrastruktur, dan layanan pendukung lainnya. Ketersediaan energi gas melalui kebijakan HGBT bagi sektor industri di kawasan industri merupakan salah satu upaya yang tengah dikejar saat ini.
Namun, beberapa hal perlu menjadi catatan. Salah satunya, perlu ada koordinasi dalam rangka penyiapan jaringan transmisi dan distribusi dengan perusahaan penyedia gas antara lain PT Perusahaan Gas Negara Tbk. agar mendekati lokasi kawasan industri.
"Alternatif lain adalah memberikan kesempatan kepada konsorsium kawasan industri untuk dapat menyediakan gas bagi para tenan di dalam kawasan industri," kata Agus dalam webinar, Kamis (27/1/2022).
Alternatif tersebut memerlukan infrastruktur berupa Storage Regassification Unit (SRU) karena penyediaan gas dilakukan dengan pengapalan dan berupa LNG.
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia Sanny Iskandar menambahkan penyediaan gas merupakan satu dari beberapa catatan mengenai infrastruktur kawasan industri untuk dapat berdaya saing.
"Ini yang kami harapkan pemberlakuannya bukan berdasarkan sektor tetapi industri yang ada di kawasan industri," ujarnya.
Sanny mengatakan, tanpa skema HGBT industri dan kawasan industri rawan terhadap fluktuasi harga gas. Dia mencontohkan pada tahun terjadi penaikan harga gas oleh PGN meski sudah ada kontrak dengan harga tertentu. Melalui fasilitasi pemerintah, akhirnya disepakati tetap menggunakan harga sesuai kontrak.
Sementara itu, menurut catatan Kemenperin, hingga Januari 2022, terdapat 135 perusahaan kawasan industri dengan total luas lahan sebesar 65.532 hektare yang tersebar di Pulau Jawa, Kalimantan, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Sumatera.
Dari 135 kawasan industri tersebut, hanya 46 persen atau 30.464 hektare diantaranya yang sudah terisi oleh tenan industri.