Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan pemerintah yang mulai mewajibkan pencatatan untuk ekspor produk CPO, RBD palm olein, dan minyak jelantah dinilai bisa memengaruhi ekspor.
Namun kebijakan ini tak lantas menjadi hambatan bagi pasokan ke luar negeri. "Saya kira kebijakan ini memang memang ditujukan untuk memengaruhi ekspor. Dalam arti, agar pasokan di dalam negeri dipastikan tersedia," kata Guru Besar dari IPB University Bayu Krisnamurthi, Senin (24/1/2022).
Dia mengatakan pencatatan volume yang diekspor dan dipasok ke dalam negeri, terutama dengan self declaration, bisa menjadi mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut. Pemerintah sendiri tidak menetapkan volume yang wajib disalurkan produsen untuk konsumsi domestik.
"Ekspor bisa saja terpengaruhi. Mudah-mudahan tidak sampai menghambat," katanya.
Pemerintah resmi menerapkan larangan terbatas atau lartas pada ekspor produk sawit melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 2/2022 tentang Perubahan atas Permendag No. 19/2021 tentang Kebijakan Pengaturan Ekspor.
Dalam poin XVIII Lampiran I beleid ini, tertulis bahwa 9 kode HS produk dalam kategori CPO, RBD palm oil, dan minyak jelantah harus mengantongi persetujuan ekspor (PE) untuk pengajuan permohonan pemuatan barang untuk ekspor.
Adapun syarat yang harus dipenuhi pelaku usaha untuk memperoleh PE mencakup Surat Pernyataan Mandiri bahwa eksportir telah menyalurkan CPO, RBD palm olein, dan minyak jelantah untuk kebutuhan dalam negeri yang disertai dengan kontrak penjualan, rencana ekspor dalam jangka 6 bulan, dan rencana distribusi dalam jangka 6 bulan.